BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada
pada saat ini sangat pesat dan meningkat, serta mampu memberi kemudahan
bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa penyakit serta menentukan
jenis pengobatan bagi pasien. Dari kemajuan teknologi yang ada sekarang
ini banyak pemeriksaan penunjang yang ada di bidang kesehatan, seperti
EEG,MRI, USG, ECT, ECG, dan lain.
Dengan pemeriksaan penunjang yang menggunakan teknologi diharapkan
akan memberikan banyak keuntungan dan manfaat untuk tenaga kesehatan
maupun pasien. Pemeriksaan teknologi akan dapat menghasilkan hasil yang
valid. Dengan teknologi seorang tenaga kesehatan akan mampu melihat
keadaan yang ada di dalam organ pasien yang mengalami keadaan abnormal
dan mempermudah penegakkan diagnosis dari gambaran yang diperoleh..
Dalam makalah ini kami akan membahas terkait pemeriksaan penunjang EEG
atau Elektroenchelpalograph.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 bagaimana anatomi dan fisiologi otak?
1.2.2 bagaimana sejarah dari EEG?
1.2.3 apa definisi dari EEG?
1.2.4 apa tujuan dari EEG?
1.2.5 apa indikasi dari EEG?
1.2.6 bagaimana cara kerja dari EEG?
1.2.7 apa yang harus dipersiapkan pasien dalam tindakan EEG?
1.2.8 bagaimana prosedure dari EEG?
1.2.9 bagaimana interprestasi dari EEG baik normal maupun abnormal?
1.2.10 apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hasil test EEG?
1.2.11 bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pemeriksaan EEG?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum:
Mahasiswa akan dapat memahami konsep-konsep pemeriksaa penunjang menggunakan EEG.
1.3.2 Tujuan Khusus
Dari rumusan masalah yang diangkat ditujukan agar makasiswa akan dapat:
1.3.2.1 mengetahui anatomi dan fisiologi otak;
1.3.2.2 mengetahui sejarah dari EEG;
1.3.2.3 mengetahui definisi dari EEG;
1.3.2.4 mengetahui tujuan dari EEG;
1.3.2.5 mengetahui indikasi dari EEG;
1.3.2.6 mengetahui cara kerja dari EEG;
1.3.2.7 mengetahui yang harus dipersiapkan untuk pasien dalam tindakan EEG;
1.3.2.8 mengetahui prosedure dari EEG;
1.3.2.9 mengetahui interprestasi dari EEG baik normal maupun abnormal;
1.3.2.10 mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil test EEG;
1.3.2.11 mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan pemeriksaan EEG.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal
dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti
mata, telinga, kulit, dan lain-lain). Data tersebut dikirimkan oleh urat
saraf yang dikenal dengan system saraf keseluruhan. System saraf ini
memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan dalam bentuk implus
listrik.
Otak nampak seperti sebuah kembang kol yang beratnya rata-rata 1,2 kg
pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam tiga
bagian umum, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Otak belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari empat bagian
fungsional, yaitu medulla oblongata, pons, bentuk reticular (reticular
formation), dan cerebellum:
- Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
- Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Ponslah yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
- Formasi reticular memiliki peranan penting dalam pengaturan gerakan dan perhatian. Formasi reticular seolah-olah berfungsi untuk mengaktifkan bagian lain dalam otak.
- Cerebellum disebut juga otak kecil yang berkerut sehingga hampir seperti otak besar (otak secara keseluruhan). Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak. Tapi perlu dipelajari dan dilatih, seperti keseimbangan dan koordinasi.
Otak Tengah merupakan pusat saraf dalam lingkup kecil. Otak tengah
adalah lanjutan dari formasi reticular dan merespon pendengaran dan
pengelihatan (seperti gerak mata). Otak tengah adalah bagian terbesar
pada otak. Bagiannya yang paling utama adalah korteks yang mengandung
kurang lebih 10 miliar saraf dan terletak pada lapisan luar otak. Adapun
bagian-bagian penting otak depan adalah thalamus, hypothalamus, dan
system limbic.
- Thalamus terdiri dari sejumlah pusat saraf dan berfungsi sebagai penerimaan untuk sensor data dan sinyal-sinyal motorik. Contohnya untuk mengirim data dari mata dan telinga menuju bagian yang tepat dalam korteks. Berfungsi sebagai pusat penyampaian sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
- Hypothalamus Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu. Hipothalamus juga sebagai pusat lapar, mengontrol berat badan. Pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual serta pusat respon emosional.
- Di antara pusat otak dan korteks terletak system limbic (limbic berasal dari bahasa Latin yang berarti batas). Anatomi system limbic ini hampir seperti hypothalamus. System limbic memungkinkan kita mengontrol insting/naluri kita. Misalnya, kita tidak serta merta memukul seseorang yang tidak sengaja menginjak kaki kita. System limbic terdiri dari tiga bagian utama, yaitu amygdala dan septum yang berfungsi mengontrol kemarahan, agresi, dan ketakutan, serta hippocampus yang penting dalam merekam memori baru.
- Korteks (korteks cerebral) adalah helaian saraf yang tebalnya kurang dari 5 mm, tapi luas bagiannya mencapai 155cm. korteks menyusun 70 persen bagian otak. Lipatan korteks yang erat kaitannya dengan tengkorak manusia membuat otak tampak berkerut. Saraf dalam korteks memproses data. Warna korteks kelabu (inilah alasan mengapa korteks diistilahkan dengan benda/zat kelabu-the grey mater). Korteks pun secara luas berhubungan satu sama lain (dengan bagian dalam otak). Jaringan panjang yang menghubungkan bagian-bagian terpisah (secara luas) pada otak tersusun dari saraf yang tertutup penyekat berlemak yang disebut myelin. Myelin membuat jaringan tersebut berwarna putih (disebut juga ‘’benda/zat putih’’)Korteks mempunyai sejumlah struktur dan bagian-bagian fungsional. Yang paling nyata dari pembagian ini adalah belahan kiri dan kanannya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kedua belahan otak dihubungkan oleh sebuah bundel serat tebal yang disebut corpus callosum.
Corpus callosum membantu menyatukan aktivitas otak (memberitahu otak
kiri tentang apa yang dilakukan otak kanan, juga sebaliknya). Pembagian
penting lainnya dalam korteks adalah empat buah lobus atau cuping, yaitu
temporal, frontal, occipital, dan parietal.
- Lobus frontal berhubungan dengan konsentrasi, area ini juga mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
- Lobus temporal berhubungan dengan bahasa dan ingatan, dan juga berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran. Daerah ini juga mengatur ingatan jangka pendek.
- Lobus parietal berhubungan dengan sensor data, Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
- Lobus occipital berhubungan dengan pengelihatan dan persepsi. Jadi, proses kesadaran pikiran bergantung pada interaksi kompleks di bagian-bagian otak
2.2 Sejarah EEG
Hans Berger, Penemu Electroencephalogram (EEG). Hans Berger adalah
seorang profesor psikiater dan direktur Klinik Universitas Psikiater
Jena (1919-1938). Akan tetapi, dia terkenal bukan karena hal itu. Dia
menjadi tokoh dunia akibat kontribusinya yang besar dalam penelitian
aktivitas dan kesadaran otak manusia. Penelitian ini bahkan membawanya
pada penemuan suatu alat yang mengubah khazanah ilmu kedokteran. Namanya
adalah Electroencephalogram (EEG).
Electroencephalogram adalah sebuah alat yang mampu memvisualisasikan
Gelombang Otak (Brainwave) manusia ke dalam bentuk grafik. Gelombang
Otak (Brainwave) ini diukur berdasarkan beda pontensial yang terjadi
secara berulang-ulang di antara elektroda yang dihubungkan ke kepala
manusia.
Pada awalnya, Berger membuat EEG hanya sebagai alat untuk mengukur
Gelombang Otak (Brainwave). Namun ternyata, lama kelamaan, EEG dijadikan
sebagai alat yang mampu mendiagnosis dan mengobati penyakit tertentu,
seperti epilepsi dan tumor otak. Hal ini pun sangat tidak ternilai
harganya.
Hans Berger lahir pada tanggal 21 Mei 1873. Dia berkebangsaan Jerman,
tepatnya berasal dari kota kecil sebelah Utara Bavaria Neuses dekat
Coburg. Berger adalah anak seorang dokter, Paul Friedrich Berger.
Ibunya, Anna Rückert merupakan anak dari seorang penyair Jerman. Berger
sangat dipengaruhi oleh kedua orang tuanya. Itu sebabnya, Hans Berger
banyak disebut sebagai seorang ilmuwan filsafat. Hans
Berger lulus dengan kehormatan dari Gymnasium di Coburg. Kemudian dia
mendaftar di Universitas Berlin sebagai mahasiswa Astronomi pada tahun
1892. Tahun berikutnya, dia menjadi relawan untuk tentara Jerman.
Keputusannya untuk menjadi relawan militer hampir membuatnya mendapat
kecelakaan fatal. Akan tetapi, saudara perempuannya memberi tahu sang
ayah akan hal ini. Ayahnya yang cemas segera mengirim telegram untuk
memastikan hal itu. Dan untunglah, Berger selamat. Kejadian yang
dilakukan saudara perempuannya membuat Berger bingung. Mengapa bisa
saudara perempuannya itu tahu bahwa Berger akan mendapat kecelakaan?
Padahal mereka berjauhan dan tak pernah berkomunikasi. Berger akhirnya
sadar bahwa di antara dia dan saudaranya ada ikatan telepati yang tak
bisa dibuktikan dengan akal sehat.
Tahun 1897, dia mendapat gelar dokter dan menjadi staf junior dari
klinik psikiater yang kelak menjadikannya direktur. Tahun 1901, Berger
menjadi dosen. Di tahun itu pula, dia memublikasikan penelitiannya
mengenai fungsi otak manusia dan catatan ukurannya berdasarkan
modifikasi peredaran darah.
Di awal tahun 1902, dia menjadi terkenal. Hal ini karena dia
mencatatkan penelitiannya mengenai aktivitas cerebral korteks (otak)
anjing. Akan tetapi, tahun 1910, dia merasa putus asa akan hasilnya yang
tak begitu berarti. Berger juga mendapat jalan buntu akan penelitiannya
mengenai energi fisika yang memengaruhi otak
Setelah sempat menjadi relawan di rumah sakit Rethel, Prancis, dia
kembali ke Jerman dan terpilih menjadi direktur klinik universitas
psikiater di Jena. Dalam beberapa tahun pertamanya sebagai direktur,
Berger melakukan penelitian mengenai hubungan antara otak dan jiwa. Akan
tetapi, dalam keadaan senggang dia melakukan penelitian pribadi
mengenai aktivitas elektrik di dalam otak. Dalam kurun waktu ini, Berger
dikenal sebagai orang yang disiplin. Waktunya banyak tersita dalam
penelitian. Dari hasil penelitiannya ia menyimpulkan bahwa di dalam otak manusia terdapat Gelombang Otak (Brainwave).
Peralatan yang digunakan Berger sangatlah kasar. Dia menggunakan
galvanometer cincin Edelmann sebagai alat pencatatnya. Namun karena
kepintaran dan kecerdasannya, Berger akhirnya mampu menemukan suatu alat
yang dapat mencatat Gelombang Otak (Brainwave) ini. Namanya adalah
Electroencephalogram (EEG) yang ditemukannya pada tanggal 6 Juli tahun
1924. Nama pasien yang membuatnya berhasil ini adalah seorang anak muda
bernama Zedel.
Berger meneruskan penelitiannya selama 5 tahun sebelum akhirnya
memublikasikan alat ini kepada umum. Pasiennya tak hanya orang yang
mengalami gangguan kepala, tetapi juga orang yang normal. Dalam
melakukan penelitian, dia menaruh elektroda di bagian depan kepala dan
di bagian belakang kepala.
Tahun 1929, Berger memublikasikan hasil penelitiannya dalam suatu
forum prestisius Archiv für Psychiatrie und Nervenkrankheiten, dan judul
”Über das Elektrenkephalogramm des Menschen” menjadi artikel pertama
dari keempat belas tulisannya mengenai EEG yang dipublikasikan dalam
kurun waktu 1929-1938. Artikel ketiganya pun mampu membuktikan adanya
Gelombang Otak (Brainwave). Hans Berger menikah di tahun 1911 dengan asisten teknis kliniknya, Baroness Ursula von Bulow. Mereka mempunyai empat anak.
Di Negara asalnya, Jerman, Berger tak banyak dipedulikan. Alasannya
Nazi yang berkuasa di Jerman tidak percaya terhadap Berger yang pernah
ikut Western Front. Tahun 1938, Berger dipaksa untuk menghentikan
penelitiannya. Laboratoriumnya dibongkar dan dia dipindahkan ke kota
kecil bernama Bad Blankenburg di Thuringia. Dia pun mengalami depresi
yang berkepanjangan. Dan pada tanggal 1 Juni 1941, dia mengakhiri
hidupnya dengan jalan menggantung diri.
2.3 Definisi EEG
Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat
yang mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk
teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak
mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang sangat
kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi
sehingga terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat
ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang alfa, beta, theta dan
sebagainya. Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk
mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak (Campellone, 2006).
Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik
otak dengan alat pencatatan yang peka sedangkan grafik yang
dihasilkannya disebut Electroencephalogram.
Jadi Aktivitas otak berupa gelombang listrik, yang dapat direkam
melalui kulit kepala disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan
frekuensi EEG bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas
otak saat perekaman.
Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya
menunjukkan aktivitas sedang dengan gelombang sinkron 8-14
siklus/detik, disebut gelombang alfa. Gelombang alfa dapat direkam
dengan baik pada area visual di daerah oksipital. Gelombang alfa yang
sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka matanya yang
tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (> 14
siklus/detik). Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal,
merupakan tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi
aktivitas mental. Meski gelombang EEG berasal dari kortek,
modulasinya dipengaruhi oleh formasio retikularis di subkortek.
Formasio retikularis terletak di substansi abu otak dari daerah
medulla sampai midbrain dan talamus. Neuron formasio retikularis
menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio
retikularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu
seperti dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio
retikularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan
gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio retikularis midbrain
merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu
proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei
reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga
mengirimkan serabut difus ke semua area di kortek serebri.
ARAS mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global
di kortek, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari
thalamus yang mempunyai efek eksitasi kortek secara khusus untuk
tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal
spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal,
sewaktu perjalanan ke kortek, sinyal sensorik dari serabut sensori
aferen menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika
sistem aferen terangsang seluruhnya (suara keras, mandi air dingin),
proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.
Mendapatkan rekaman EEG yang baik dan benar adalah salah satu dari
tujuan utama dari pemeriksaan EEG selain interpretasi yang benar. EEG
adalah alat untuk menunjang tegaknya diagnosa, selama kita dapat
memperoleh rekaman yang baik dan benar. Rekaman yang tidak baik justru
akan menyesatkan tegaknya diagnosa. Ada pepatah yang mengatakan “Bad EEG
is worse than no EEG at all”.
2.4 Tujuan EEG
Kalangan kedokteran menggunakan sinyal EEG untuk mendiagnosa penyakit
yang berhubungan dengan kelainan otak dan kejiwaan. Walaupun penggunaan
teknik modern seperti CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dapat memeriksa otak, namun EEG tetap berguna mengingat sifatnya yang
non-destruktif, dapat digunakan secara on line dan sangat murah harganya
dibandingkan kedua metoda. Disamping keunggulan lain, sinyal EEG dapat
mengidentifikasi kondisi mental dan pikiran, serta menangkap persepsi
seseorang terhadap rangsangan luar.
Berikut ini merupakan tujuan spesifik EEG yaitu:
- Mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsy
- Mendiagnosa dan melokalisasi tumor otak, infeksi otak, perdarahan otak, Parkinson
- Mendiagnosa cedera kepala
- Narkolepsi
- Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anaestesi umum selama perawatan
- Mendiagnosa adanya lesi.
2.5 Indikasi EEG
EEG dilakukan untuk (Jan Nissl, 2006)
- Mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi
- Mendiagnosa dan lokalisasi tumor otak, Infeksi otak, perdarahan otak, Parkinson
- Mendiagnosa Lesi desak ruang lain
- Mendiagnosa Cedera kepala
- Periode keadaan pingsan atau dementia
- Narcolepsy
- Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anesthesia umum selama perawatan
- Mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit
2.6 Cara Kerja EEG
Transformasi sinyal EEG menjadi suatu model, merupakan suatu cara
yang sangat efektif dalam membantu klasifikasi sinyal EEG,
mengidentifikasi serta mengestimasi spektrum sinyal EEG. Sinyal EEG
mengandung komponen-komponen tertentu, yang dikenal sebagai gelombang
alfa (8-13 Hz), beta (14-30 Hz), teta (4-7 Hz), dan delta (0.5-3 Hz),
sehingga transformasi sinyal EEG menjadi daerah-daerah frekuensi
merupakan hal yang sangat berguna, terutama dalam identifikasi
gelombang-gelombang di otak.
- Alfa 8 – 13 Hz Relaks, mata tertutup
- Beta > 14 Hz Aktifitas/ berfikir
- Teta 4 – 7 Hz Tidur ringan/ stres emosional
- Delta 0,5 – 3 Hz Tidur nyenyak
EEG memeriksa, memonitor, dan merekam frekuensi, sinyal, atau
gelombang otak. Getaran atau frekuensi adalah jumlah pulsa (impuls)
perdetik dengan satuan Hz (kHz atau MHz), contoh frekuensi jala-jala
listrik PLN untuk perumahan di-Indonesia adalah (50 Hz) pada tegangan
220/380 Volt AC. Berdasarkan riset selama bertahun tahun, terutama
di-Amerika, Eropa dan juga di Asia bahwa getaran/frekuensi otak (pusat
syaraf) pada manusia, berbeda untuk setiap fase (sadar, tidur ringan,
tidur lelap/nyenyak, kesurupan/trance, panik), sehingga beberapa ahli
(dokter) dalam bidang kejiwaan/psikiater, neurophysiologic dan dokter
syaraf membuat suatu komitmen dan perjanjian yaitu sebagai berikut :
Getaran/Frekuensi :
- Gamma 16 Hz – 100 Hz
- Beta 14 Hz
- SMR (SensoriMotor Rhythm) 12 Hz – 16 Hz
- Alpha (Berger ‘s wave) 8 Hz – 13 Hz
- Theta 4 Hz – 7 Hz
- Delta 0.5 Hz – 3 Hz
Sebenarnya keseluruhan frekuensi tersebut bergabung secara acak
(berinterferensi), namun dengan EEG, frekuensi gelombang ini dapat
dianalisa dan diuraikan satu persatu dengan catatan bahwa pada saat
diukur, frekuensi mana yang paling dominan, serta memiliki amplitudo
tertinggi, itulah yang dianggap dan berada pada fase tersebut, apakah
fase Beta, Alpha, Theta atau Delta dan seterusnya Amplitudonya diukur
dan berkisar antara 1 ~ 50 uVolt (microVolt), sedangkan arus listriknya
tidak diperhitungkan.
a. Gamma wave ( 16 Hz – 100 Hz )
Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang
mengalami “aktifitas mental yang sangat tinggi”, misalnya sedang berada
di arena pertandingan, perebutan kejuaraan, tampil dimuka umum, sangat
panik, ketakutan, “nerveus”, kondisi ini dalam kesadaran penuh.
b. Beta wave ( diatas 14 Hz atau dari 12 Hz s/d 19 Hz )
Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang
mengalami “aktifitas mental yang sadar penuh dan normal” aktif,
konsentrasi penuh dan dapat dibagi pula menjadi 3 kelompok, yaitu
highbeta (19 Hz +) yang overlap/transisi dengan getaran gamma, lalu
getaran beta (15 Hz – 18 Hz), juga overlap/transisi dengan getaran
gamma, selanjutnya lowbeta (12 Hz – 15 Hz).
c. SMR wave atau Sensori Motor Rhytm ( 12 Hz – 16 Hz )
SMR sebenarnya masih masuk kelompok getaran lowbeta, namun
mendapatkan perhatian khusus dan juga baru dipelajari secara mendalam
akhir-akhir ini oleh para ahli, karena penderita epilepsy, ADHD
(Attention Deficit and Hyperactivity Disorder juga disebut ADD-Attention
Deficit Disorder) dan autism tidak memiliki dan tidak mampu
ber-“konsentrasi penuh” atau “fokus” pada suatu hal yang dianggap
penting, dengan perkataan lain otak (pusat syaraf) sedikit bahkan tidak
sama sekali menghasilkan getaran SMR. Sehingga setiap pengobatan, baik
jiwa maupun fisiknya, ditujukan agar merespon getaran SMR tersebut,
biasanya diaktifkan dengan biofeedback/neurofeedback .
d. Alpha wave ( 8 Hz – 13 Hz )
Adalah gelombang pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang
yang mengalami “relaksasi” atau mulai istirahat dengan tanda mata mulai
menutup atau mulai mengantuk, atau suatu fase dari keadaan sadar
menjadi tak sadar (atau bawah sadar), namun tetap sadar (walaupun
kelopak mata tertutup.
e. Theta wave ( 4 hz – 7 hz )
Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang
yang mengalami “keadaan tidak sadar atau tidur ringan” atau sangat
mengantuk, tanda-tandanya napas mulai melambat, dalam dan panjang,
dibandingkan biasanya. Jika dalam keadaan sadar (tidak tidur), kondisi
ini masuk kefase atau dibawah pengaruh “trance”, kesurupan, hipnosis,
meditasi dalam, atau sedang menjalani ritual-ritual agama, atau
mengalirnya tenaga psikologi (Prana/Yoga, Reiki, Chi, Chi Kung).
Dalam kondisi yang sadar (tidak tidur dan tidak dibawah pengaruh
hipnotis, kesurupan atau epilepsi), seorang anak yang normal (< 12
th) masih dapat memiliki getaran frekuensi theta, akan hilang sedikit
demi sedikit setelah menjelang dewasa (kecuali pada saat menjelang
tidur). Seorang anak (terutama bayi dan balita), rata-rata tidur lebih
dari 12 jam setiap harinya, sehingga pada pusat syarafnya (otak) lebih
banyak masuk dalam fase gelombang theta dan gelombang delta, daripada
gelombang beta dan alpha, sehingga dalam kehidupan nyata sehari-harinya,
lebih banyak cara berpikir yang tidak masuk akal (ber-angan-angan atau
seperti bermimpi walaupun dalam kondisi sadar) dan sedikit demi sedikit
akan berubah setelah menjelang remaja/dewasa.
Schumann Resonance adalah getaran alam semesta pada frekuensi 7.83 Hz
yang juga masuk dalam kelompok gelombang theta, dianggap sebagai suatu
keadaan mental seseorang yang apabila otak (pusat syaraf)nya mampu
mengikuti resonansi ini akan masuk keadaan supranatural.
f. Delta waves
2.7 Persiapan Pasien
Sebelum melakukan tindakan EEG, diperlukan tindakan persiapan pasien
yang ditujukan untuk menyiapkan pasien dan mengkaji keadaan pasien
sebelum tindakan dilakukan, tahap persiapan pasien yang harus dilakukan
adalah:
- Identitas penderita harus dicatat lengkap
- Tingkat kesadaran penderita harus dicatat, untuk menghindari salah interpretasi EEG.
- Obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus diidentifikasi, karena beberapa obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi frekuensi maupun bentuk gelombang otak. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat sehingga gelombang otak yang didapat adalah gelombang otak yang bebas dari pengaruh obat.
- Premedikasi, dosis dan berapa lama sebelum perekaman harus diidentifikasi dengan jelas.
- Pasien tidak hipoglikemia
- Pasien dalam keadaan tenang dan rileks.
- Kulit kepala dalam keadaan bersih, bebas kotoran, debu, minyak dan kulit yang mati.
- Perhatikan adanya bekas luka, bekas kraniotomi.
- Penyuluhan penderita sebelum perekaman tentang tujuan dilakukannya EEG, apa yang dilakukan teknisi terhadap dirinya sebelum dan saat perekaman, apa yang harus dilakukan penderita saat perekaman dan apa yang akan dirasakan oleh penderita saat perekaman.
- Identifikasi hasil neuroimaging yang sudah dilakukan.
Adapun hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien adalah sebagai berikut :
- Sebelum Prosedur
- Selama Prosedur
- Jelaskan prosedur kepada pasien dan beri kesempatan untuk bertanya tentang prosedur EEG
- Beri tahu pasien bahwa pasien akan diminta untuk tanda tangan persetujuan ijin melakukan prosedur EEG dan anjurkan untuk membaca Format secara hati-hati dan bertanya apabila ada sesuatu yang tidak jelas.
- Anjurkan pasien untuk mencuci rambut dengan sampo sebelum dilakukan perekaman EEG tetapi tidak menggunakan hairspray atau ‘gel’ atau minyak rambut.
- Hentikan menggunakan pengobatan yang bertentangan dengan test, misal obat penenang.
- Hindari mengkonsumsi makanan yang mengandung kafein untuk 8-12 jam sebelum test.
- Beritahu untuk tidur malam sesuai prosedur, misal : malam sebelumnya, orang dewasa tidak boleh tidur lebih dari 4 atau 5 jam, dan anak-anak tidak lebih dari 5-7 jam.
- Hindari puasa malam sebelum prosedur, karena gula darah yang rendah dapat mempengaruhi hasil EEG.
- Didasarkan kondisi fisik pasien.
- Pasien agar relax
- Antara 8-20 electroda akan menempel di kulit kepala pasien dengan suatu
pasta khusus, atau suatu kopiah berisi electroda akan digunakan.
- Pasien akan diminta untuk menutup mata , relax, dan tenang.
- Ketika perekaman mulai pasien dalam keheningan selama perekaman. Pasien akan dimonitor melalui suatu ruangan tertentu untuk mengamati pergerakan yang dapat menyebabkan suatu pembacaan tidak akurat, seperti menelan atau mengejapkan mata. Perekaman akan dihentikan pada waktu tertentu dan pasien akan dibiarkan beristirahat atau memposisikan kembali.
- Setelah awal perekaman dilakukan pada posisi diam, pasien mungkin akan diuji dengan berbagai stimuli untuk menghasilkan aktivitas yang tidak muncul saat beristirahat. Sebagai contoh, pasien diminta untuk bernafas cepat untuk tiga menit, atau disinari cahaya terang
- ika pasien sedang dievaluasi untuk suatu “sleep disorder“, EEG akan dilakukan saat pasien tertidur.
- Sesudah Prosedur
- Setelah selesai test, electroda akan di lepas dan pasta electroda akan dicuci bersih dengan air hangat. Pasien dianjurkan mencuci rambut dengan sampo.
- Kulit kepala akan merah akibat penempatan electroda, tetapi ini akan menghilang dalam beberapa jam.
2.8 Prosedur Pelaksanaan EEG
- Sebelum melakukan prosedur perekaman EEG sebaiknya diketahui Standard Minimal
- Perekaman EEG menurut The American EEG Society Guidelines in EEG yaitu
memakai minimal 16 channel yang bekerja secara simultan. Setiap area di otak bisa memberikan pola yang sama atau berbeda pada waktu yang bersamaan, dan menurut pengalaman diperlukan perekaman pada minimal 8 area di otak secara simultan untuk mendapatkan distribusi pola EEG. Perekaman dengan 8 channel secara simultan diperkirakan cukup mencakup permukaan otak untuk menghindari misinterpretasi. Memakai minimal 17 elektrode pencatat. Semua elektroda ini harus mencakup area frontal, central, parietal, oksipital, temporal, auricular atau mastoid, vorteks dan elektroda ground. - Kedua sistem monopolar (referensial) dan bipolar (diferensial) harus digunakan secara rutin. Setiap sistem montage mempunyai keunggulan dan kekurangan, sehingga penggunaan kedua sistem sekaligus adalah esensial untuk mendapatkan informasi yang akurat.
- Harus ada prosedur buka tutup mata. Aktifitas alfa dapat memberi informasi tentang fungsi abnormal otak. Aktifitas paroksismal dapat pula dicetuskan oleh prosedur ini.
- Mesin EEG harus dikalibrasi di awal dan di akhir rekaman. Perubahan setting alat selama perekaman harus dicatat.
- Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar. Bila ada prosedur stimulasi fotik, hiperventilasi dan tidur maka lama perekaman harus ditambah. EEG adalah sample waktu dari kehidupan seseorang, dan waktu 20 menit adalah waktu yang sangat singkat untuk menarik suatu kesimpulan dari suatu kerja atau suatu fungsi otak seseorang. Oleh karena itu semakin lama perekaman maka semakin besar kemungkinan kita untuk menemukan abnormalitasnya.
- Keadaan pasien harus selalu dipantau dan dicatat.
- Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan untuk tindakan dan penanganan selanjutnya kepada pasien.
2.9 Interprestasi EEG
Mendapatkan rekaman EEG yang baik dan benar adalah salah satu dari
tujuan utama dari pemeriksaan EEG selain interpretasi yang benar. EEG
adalah alat untuk menunjang tegaknya diagnosa, selama kita dapat
memperoleh rekaman yang baik dan benar. Rekaman yang tidak baik justru
akan menyesatkan tegaknya diagnosa.
2.9.1 Interprestasi EEG Normal
Gambar 1. EEG dari atas kebawah: alfa, beta, teta, delta
sumber : Louis (2006)
Salah satu penemuan Hans Berger adalah bahwa kebanyakan EEG
orang dewasa normal mempunyai irama dominant dengan frekuensi 10
siklus per detik, yang di sebutnya sebagai irama alfa. Pada
umumnya kini yang dimaksud dengan irama alfa adalah irama dengan
frekuensi antara 8-13 spd, yang paling jelas terlihat di daerah
parietal-oksipital, dengan voltase 10-150 mikrovolt, berbentuk
sinusoid, relative sinkron dan simetris antara kedua hemisfer.
Suatu asimetri ringan dalam voltase adalah normal, mengingat
adanya dominasi hemisfer. Pada umumnya suatu perbedaan voltase 2 : 3
adalah dalam batas-batas normal, asalkan voltase yang lebih tinggi
terlihat pada hemisfer non dominant. Yang lebih penting maknanya adalah
bila terdapat perbedaan frekuensi antara kedua hemisfer. Suatu perbedaan
frekuensi yang konsisten dari 1 spd atau lebih antara kedua hemisfer
mungkin sekali diakibatkan suatu proses patologis di sisi dengan
frekuensi yang lebih rendah.
Irama alfa terlihat pada rekaman individu dalam keadaan sadar dan
istirahat serta mata tertutup. Pada keadaan mata terbuka irama alfa
akan menghilang, irama yang terlihat adalah irama lamda yang paling
jelas terlihat bila individu secara aktif memusatkan pandangannya pada
suatu yang menarik perhatiannya. Ditinjau dari irama alfanya dapat
dibedakan tiga golongan manusia, sekelompok kecil yang
memperlihatkan sedikit sekali atau tidak mempunyai irama alfa,
sekelompok kecil lagi yang tetap memperlihatkan irama alfa walaupun
kedua mata dibuka, dan diantara kedua ekstrem ini terletak sebagian
besar manusia yang menunjukkan penghilangan irama alfa ketika membuka
mata. Berturut-berturut ketiga kelompok ini disebut sebagai
kelompok alfa M (minimal atau minus), alfa P (persisten), alfa R
(responsive).
Suatu irama yang lebih cepat dari irama alfa ialah irama beta yang
mempunyai frekuensi di atas 14 spd, dapat ditemukan pada hamper semua
orang dewasa normal. Biasanya amplitudonya daopat mencapai 25 mikrovolt,
tetapi pada keadaan tertentu bisa lebih tinggi. Pada keadaan
normal terlihat terutama di daerah frontal atau presentral. Irama
yang lebih lambat dari irama alfa adalah tidak jarang pula ditemukan
pada orang dewasa normal. Irama teta mempunyai frekuensi antara 4-7
spd. Suatu irama yang lebih pelan dari teta disebut irama delta
adalah selalu abnormal bila didapatkan pada rekaman bangun, tetapi
merupakan komponen yang normal pada rekaman tidur. Frekuensi irama
delta ialah ½ – 3 spd.
Berbagai keadaan dapat mempengaruhi gambaran EEG. Perhatian
cenderung untuk menghapuskan irama alfa, merendahkan voltase
secara umum dan mempercepat frekuensi. Termasuk perhatian ini adalah
usaha introspeksi dan kerja mental (misalnya berhitung). Demikian pula
setiap stimulus visual, auditorik dan olfaktorik akan merendahkan
amplitudo dan menimbulkan ketidak teraturan irama alfa. Penurunan kadar
O2 dan atau CO2 darah cenderung menimbulkan perlambatan, sebaliknya
peninggian kadar CO2 menimbulkan irama yang cepat.
Faktor usia juga mempunyai pengaruh penting pula dalam EEG.
Rekaman dewasa sebagaimanadigambarkan di atas pada umumnya
dicapai pada usia 20-40 tahun. Rekaman neonatus berusia di bawah
satu bulan memperlihatkan amplitude yang rendah dengan irama delta atau
teta. Antara usia 1-12 bulan terlihat peninggian voltase, walaupun
irama masih tetap delta atau teta. Antara 1-5 tahun terlihat amplitudo
yang tinggi, irama teta yang meningkat dan mulai terlihat irama
alfa, sedangkan irama delta mengurang.
Antara 6-10 tahun amplitude menjadi sedang, irama alfa menjadi lebih
banyak, teta berkurang, delta berkurang sampai hilang. Antara 11-20
tahun voltase terlihat sedang sampai tinggi, dominsi alfa mulai
jelas, teta minimal, delta kadangkadang masih terlihat di daerah
belakang. Di atas 40 tahun mulai lagi terlihat gelombang lambat
4-7 spd di daerah temporal dan di atas 60 tahun rekaman kembali
melambat seperti rekaman anak-anak.
Perubahan tahap-tahap tidur berpengaruh besar pula terhadap rekaman
EEG. Dalam keadaan mengantuk terlihat pengurangan voltase dan timbul
sedikit perlambatan. Pada keadaan tidur sangat ringan dapat
terlihat adanya gelombang-gelombang mirip paku bervoltase tinggi,
bifasik dengan frekuensi 3-8 spd, simetris dan terjelas di daerah
parietal (parietal humps). Gambaran ini paling jelas pada usia 3-9 tahun
dan terus terlihat sampai usia 40 tahun. Pada keadaan tidur ringan
terdapat (sleep spndle) terdapat gelombang tajam berfrekuensi 12-14 spd
yang sifatnya simetris. Pada keadaan tidur sedang sampai dalam rekaman
didominir oleh gelombnag-gelombang lambat tak teratur dengan frekuensi ½
– 3 spd.
2.9.2 Interprestasi EEG Abnormal
EEG sampai saat ini masih digolong-golongkan atas dasar hubungan
frekuensivoltase, dengan frekwensi sebagai parameter utama.
Berbagai penyelidikan mengungkapkan bahwa tidak semua individu
normal memperlihatkan EEG yang normal dan sebaliknya tidak semua
abnormalitas dalam EEG berarti ada abnormalitas pada individu yang
bersangkutan. EEG abnormal disebut spesifik bila gelombang yang
timbul mempunyai gambaran yang khas dan berkorelasi tinggi dengan
kelainan klinik tertentu, disebut nonspesifik (aspesifik) bila
gelombangnya tidak khas dan dapat ditimbulkan oleh banyak
kelainan-kelainan neurologik atau sistemik.
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hasil pemeriksaan EEG yang penting dari kelainan-kelainan neurologik, yaitu :
1. EEG pada penyakit konvulsif
EEG paling banyak digunakan untuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan
epilepsy. Paroksismal merupakan pemunculan yang episodic dan mendadak
suatu gelombang atau kelompok gelombang yang secara kuantitatif
dan kualitatif berbeda dengan gambaran irama dasarnya. Tipe aktivitas
paroksismal yang timbul ketika serangan, sampai derajat tertentu
mempunyai korelasi dengan tipe klinis.
Petit mal dalam serangan ditandai oleh aktivitas spike and wave
dengan frekuensi 3 spd, menyeluruh disemua saluran, bersifat sinkron dan
simetris dengan voltase yang tinggi yang dapat mencapai 1000
mikrovolt. Grand mal dalam serangan sangat sulit direkam karena
terganggu oleh gerakan-gerakan motorik individu; gambaran kejangnya
adalah berupa aktivitas cepat yang menyeluruh bervoltase tinggi
berbentuk polyspike dengan frekuensi 8-12 spd, diselingi
gelombang-gelombang lambat dari 1,5-3 spd. Epilepsi psikomotor
ditandai oleh aktivitas spike didaerah temporal depan.
Kebanyakan rekaman penderita epilepsy merupakan rekaman di
luar serangan (interictal), yang tidak jarang tidak
memperlihatkan abnormalitas, walaupun klinis jelas merupakan suatu
epilepsy. Karenanya usaha-usaha provokatif dipergunakan untuk
merangsang timbulnya aktivitas EEG abnormal yang tak terlihat secara
spontan. Keadaan tidur (alamiah maupun akibat induksi obat)
mengaktifkan paroksismalitas yang umum maupun fokal.
Dalam keadaan tidak tidur hanya kira-kira sepertiga individu
dengan diagnosa klinik epilepsy memperlihatkan paroksismalitas
spesifik, 15 % memperlihatkan EEG yang normal dan sisanya
memperlihatkan perlambatan atau percepatan yang spesifik. Dalam keadaan
tidur gambaran serangan dua kali lebih sering terlihat, terutama untuk
epilepsy psikomotor. Hiperventilasi paling efektif dalam
mengaktifkan gelombang-gelombang serangan petit mal; kadang-kadang
hiperventilasi dapat mengaktifkan abnormalitas yang bersifat fokal
atau menimbulkan gambaran kejang yang partial. Stimulasi fotik
dapat menimbulkan paroksismalitas menyeluruh berupa kompleks spike
and wave yang disebut “photoparoxysmal response”.
Korelasi gambaran rekaman diluar serangan adalah tertinggi untuk
petit-mal (90%), kemudian tipe psikomotor dan pada tipe grand-mal
korelasinya adalah tidak begitu tinggi. Jadi jelaslah tidak adanya
gambaran epileptiform dalam rekaman tunggal tidaklah menyingkirkan
kemungkinan penyakit konvulsif.
2. EEG pada tumor intracranial
Pentingnya pemeriksaan EEG pada tumor otak ditegaskan oleh
Walter, yang menyebutkan irama lambat berfrekuensi kurang dari 4 spd
(irama delta). Irama delta ini umumnya terlihat fokal, karenanya dapat
dipakai untuk menentukan lokalisasi tumor. Jaringan otak sendiri
tidak memberikan lepas muatan listrik, gelombang-gelombang lambat
yang dicatat oleh EEG berasal dari neuron-neuron di sekitar tumor atau
ditempat lain yang fungsinya terganggu secara langsung atau tidak
langsung.
Tumor otak tidak memberikan gambaran yang spesifik, kiranya rekaman
serial adalah lebih bernilai dari pada rekaman tunggal. Tumor infra
tentorial memberikan gambaran EEG yang berbeda dengan tumor supra
tentorial. Gambaran karakteristik tumor infra tentorial adalah berupa
perlambatan sinusoidal yang ritmik berfrekuensi 2-3 spd atau
4-7 spd, dapat bersifat terus menerus ataupun paroksismal.
Berbeda dengan tumor infra tentorial, tumor supra tentorial pada
umumnya memberikan gambaran yang bersifat fokal teta maupun delta,
sehingga penentuan lokalisasi lebih dimungkinkan. Kadang-kadang dapat
pula ditemui gambar spike atau gelombang tajam yang fokal. Suatu
ketentuan yang banyak dianut tentang tumor otak mengatakan bahwa suatu
EEG yang normal menyingkirkan sebesar 97% tumor kortikal dan sebesar 90%
tumor otak pada umumnya.
3. EEG pada lesi desak ruang lain
Secara EEG, abses otak memberikan gambaran yang sama dengan tumor
90-95% memperlihatkan aktivitas teta atau delta yang menyeluruh dengan
focus frekuensi terendah diatas daerah abses. Fokus perlambatan
iniseringkali sangat rendah sampai 0,3 spd dan bervoltase sangat tinggi
sampai 500 mikrovolt. Subdural hematom yang kronik 90% memperlihatkan
EEG yang abnormal, sehingga penemuan EEG yang normal menyingkirkan
kemungkinan hematom secara cukup kuat.
4. EEG pada rudapaksa kepala
EEG berkorelasi dengan hebat dan luasnya rudapaksa kepala.
Commotio cerebri EEG umunya normal. Memar otak akut meperlihatkan
penurunan voltase yang diffuse, diikuti pembentukan aktivitas
delta bervoltase rendah yang menyeluruh. Pada area kontusi
aktivitas cepat ditekan dan seringkali ditemui asimetri dalam
amplitude irama alfa. Setelah fase akut aktivitas delta relative akan
terlokalisir di daerah kontusi. Setelah kira-kira 2 minggu
terlihat peninggian frekuensi dan penurunan voltase dari fokus delta
tersebut. Dapat dilihat pula fokus spike di daerah kontusi. Pada
masa penyembuhan hiperventilasi akan menimbulkan perlambatan umum
sampai 30 hari setelah trauma.
5. EEG pada infeksi otak
Meningitis akut memberikan abnormalitas perlambatan yang difus berupa
irama delta, baik pada bentuk purulent maupun serosa. Biasanya
kelainan EEG berkaitan erat dengan tingkat kesadaran individu. Uatu
perlambatan fokal yang timbul pada rekaman ulangan individu
dengan meningitis mungkin sekali menandakan pembentukan abses.
Ensefalitis memberikan perlamabatn umum, biasanya dengan frekuensi
yang lebih rendah dari meningitis. Dapat pula terlihat fokus
perlambatan dan gelombang tajam.
6. EEG pada kelainan metabolic dan elektrolit
Hipoglikemia (<50 mg%) akan selalu memberikan kelainan EEG berupa
perlambatan, yang mulanya bersifat frontal kemudian juga
temporal. Dengan makin merendahnya glukosa darah makin banyak
dan makin tinggi voltase aktivitas delta yang terlihat. Setelah
koma diabetikum, perlambata menyeluruh dapat terlihat 2-3 minggu.
Pada keadaan koma hepatikum, dengan makin dalamnya koma, pada
mulanya terlihat irama teta yang difus yang makin melambat
dengan makin dalamnya koma. Koma yang moderat terlihat gambaran khas
yang disebut liver wave, yang dominant di daerah frontal. Gambaran ini
mempunyai sifat trifasik yaitu terdiri dari dua gelombang elektro
negative dipisahkan oleh satu gelombang elektro positif beramplitudo
tinggi, satu atau lebih komponen dapat berbentuk paku atau mirip paku.
Tabel 1. Hasil EEG (Jan Nissl, 2006)
2.10 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Test
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil test menggunakan EEG, anara lain:
- Kelebihan bergerak (kepala, badan, mata, atau lidah).
- Ketidakmampuan untuk bekerja sama
- Ketenangan
- Obat-oabatan (antiepilepsi, penenang, dan obat tidur).
- Tidak sadar akibat obat-obatan atau hypothermia
- Rambut yang kotor, berminyak, atau pemakaian hairspray.
2.11 Asuhan Keperawatan
2.11.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian dilakukan seperti asuhan keperawatan pada
umumnya, meliputi anamnesa, riwayat keluarga, riwayat penyakit sekarang
dan dahulu, keluhan dan juga pemeriksaan fisik yang dilakukan sebelum
tindakan.
Pada umunya pasien yang dirawat pertama kali di rumah sakit akan
mengalami kecemasan pada saat akan dilakukan pemeriksaan EEG, antara
lain karena :
1. Pemeriksaan tersebut memakai alat yang canggih (komputerisasi)
2. Bagian yang diperiksa adalah otak
3. Memerlukan persiapan-persiapan baik sebelum, selama dan setelah pemeriksaan yang melibatkan pasien
4. Tempat pemeriksaan tersebut bukan diruangan tempat pasien dirawat.
Ruangan khusus untuk pemeriksaan penunjang EEG, seperti laboratorium
2.11.2 Diagnosa Keperawatan
Dengan gambaran keadaan pasien saat melakukan pemeriksaan EEG maka
diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan adalah: Cemas berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang prosedur EEG.
2.11.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan dengan diagnose
keperawatan cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
EEG berdasarkan tujuan perawat melakukan tindakan keperawatan untuk
mengurangi rasa cemas pasien yang akan melakukan test EEG, maka hal-hal
yang perlu dilakukan perawat kepada pasien adalah mengatasi penyebab
dari kecemasan pasien yaitu kurangnya pengetahuan/informasi tentang
prosedur EEG, adapun hal-hal yang perlu dijelaskan ke pasien yaitu :
1. Persiapan pasien
a. Sebelum dilakukan electroencephalogram (EEG) agar berhenti
meminum obat tertentu (seperti obat penenang) karena dapat mempengaruhi
aktivitas elektrik dan hasilnya.
b. Hindari makanan yang mengandung kafein (seperti kopi, teh,
cola, dan coklat) sedikitnya 8 jam sebelum test. Makanlah dalam porsi
kecil sebelum test, sebab gula darah rendah (hypoglycemia)
dapat menghasilkan test abnormal.
c. Karena electroda terikat dengan kulit kepalamu, maka rambut
harus bebas dari minyak rambut, atau cairan yang mengandung obat kulit,
dan sampolah rambut serta membilas dengan air bersih saat mandi
sore atau pagi hari sebelum di lakukan test.
d. Tidur dapat mempengaruhi hasil EEG maka ushakan agar
pasien tidak tertidur saat dilakukan test, jika anak-anak akan di
EEG coba untuk tidur sebentar tepat sebelum dilakukan test.
2. Pelaksanaan EEG
EEG pada umumnya berlangsung selama 2 jam. Setelah test,
pasien boleh beraktivitas seperti biasa. Pasien dalam posisi
tiduran berbaring pada suatu tempat tidur atau relax di kursi dengan
mata tertutup. Electroda EEG ditempelkan ke tempat berbeda di atas
kepala dengan menggunakan suatu pasta lengket agar electroda dapat
menempel. Electroda dihubungkan lewat kawat suatu mesin yang memperkuat
suara dan arsip aktivitas dalam otak . Arsip aktivitas elektrik
sebagai rangkaian berbentuk ombak/keriting yang digambar oleh suatu
baris pena pada kertas atau sebagai suatu gambaran pada layar
komputer. Coba untuk tenang, dengan mata tertutup sepanjang
perekaman, dan yang melakukan perekaman akan mengamati pasien secara
langsung untuk memberi intruksi agar pasien :
a. Bernafas dengan cepat (hyperventilasi). Pada umumnya lama pernapasan kurang lebih 20 x per menit.
b. Melihat cahaya terang untuk rangsangan stroboscopic atau photic.
c. Tidur, jika pasien tidak mampu untuk tertidur maka akan diberi
suatu obat penenang, dengan tujuan untuk mengevaluasi masalahpada saat
tidur.
2.11.4 Evaluasi
a. Gelombang alfa mempunyai frekwensi 8-12 siklus per detik.
Gelombang alfa terlihat normal pada saat bangun dan mata tertutup
(tidak tertidur).
b. Gelombang Beta mempunyai suatu frekwensi 13-30 siklus per
detik. Gelombang ini secara normal ditemukan ketika siaga atau
menjalani pengobatan tertentu, seperti benzodiazepines atau
pengobatan anticonvulsants.
c. Gelombang delta mempunyai suatu frekwensi kurang dari 3 siklus per
detik. Gelombang secara normal ditemukan hanya pada saat sedang tidur
dan anak-anak muda.
d. Gelombang teta mempunyai frekwensi 4-7 siklus per detik.
Gelombang ini secara normal ditemukan hanya pada anak-anak atau selama
tidur.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
EEG merupakan cara untuk menilai pola
listrik pada permukaan kulit kepala dengan menggunakan elektroda. Pola
yang terbentuk mencerminkan aktivitas listrik otak-gelombang otak. EEG
sering digunakan untuk mendeteksi area kerusakan otak dengan menentukan
lokasi area dimana terdapat perubahan pola gelombang. Kegunaan klinis
terutama untuk mendiagnosis epilepsi, kematian otak, tumor otak, dan
riset mengenai tidur.
Gelombang otak terjadi pada berbagai frekuensi, ada yang cepat dan ada yang lambat. Empat pola gelombang otak yang jelas adalah:
- Alfa (8-10 Hz) cepat. Gelombang alfa terjadi saat mata tertutup dan menggambarkan keadaan relaks atau tidak melakukan apa-apa. Gelombang alfa menghilang jika seseorang banyak pikiran (keadaan mental sibuk) atau menjadi mengantug.
- Beta (5-10 Hz) kecil dan cepat, waspada secara mental dan terstimulasi.
- Delta (1-2 Hz) gelombang yang lambat, tidur dalamdan pada bayi, kerusakan otak.
- Teta (4-6Hz) lambat, pada keadaan tidur.
3.2 Saran
Pada saat dilakukan perekaman EEG pasien dapat mengalami kegelisahan karena
waktu yang lama, tempat yang asing, alat-alat yang menempel
di otak dll, sehingga akan mempengaruhi hasil EEG, untuk itu perlu
didampingi dan diberi penjelasan agar pasien tenang sehingga hasilnya
sesuai yang diharapkan.
Perhatikan factor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil EEG
misalnya perubahan tahap-tahap tidur, usia, stimulus visual,
auditorik dan olfaktorik, tekanan, trauma emosional, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Campellone, JV (2006). EEG BRAIN WAVE TEST Diambil pada 11 Pebruari 2006 dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003931.htm
James, Joyce, Baker, Colin dan Swain, Helen. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Erlangga
Louis, S (2006).EEG COURSE and GLOSSARY. Diambil pada 11 Pebruari 2006 dari
Nissl, J (2006). Electroencephalogram (EEG) Diambil pada 11 Pebruari 2006 dari http://www.webmd.com/hw/epilepsy/aa22249.asp
St. John’s Mercy Health Care (2006).Tests & Procedures
Electroencephalogram (EEG) Diambil pada 17 Februari 2006 dari http://www.stjohnsmercy.org/contact/default.asp
No comments:
Post a Comment