Monday, January 13, 2014

Alat Medik : USG (Ultrasonografi)

BAB 1. PENDAHULUAN

Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostik (pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat alat dalam tubuh manusia, dimana dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Tak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit penderita. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh.
Citra USG saat ini telah berkembang, yang dahulu hanya menggunakan citra USG berdimensi dua sekarang menjadi citra USG berdimensi tiga dan juga citra USG berdimensi empat. Citra yang diperoleh melalui USG, terkadang memiliki penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras, distorsi geometric, kekaburan atau noise (Munir, 2004).

1.1.  Latar Belakang
Saat ini sudah menjadi suatu prosedur standart untuk memanfaatkan teknologi ultrasonography (USG), apalagi ibu yang sedang menunggu kelahiran bayinya yang sangat ingin mengetahui kondisi janin dalam rahimnya. Salah satu cara yang tidak asing dikalangan ibu hamil dan tentu saja di dunia kedokteran kandungan, yaitu cara untuk memonitor perkembangan janin dalam kandungan atau sering disebut dengan USG. Prosedur uji USG adalah bagian dari rutinitas perawatan pra kelahiran dan memberikan informasi penting yang diperlukan dokter/ bidan untuk memberikan perawatan yang optimal. Uji USG memungkinkan dokter atau bidan untuk memastikan perkembangan yang normal dan juga memberikan diagnosa kemungkinan masalah. Karena tidak ada resiko yang ditimbulkan pada ibu hamil dan perkembangan janin, tidak ada alasan untuk tidak menggunakan uji USG. (Indira, 2008).
Penggunaan USG tidak terbatas pada untuk mengetahui kondisi janin saja, namun saat ini sudah berkembang untuk mengetahui kondisi bagian dalam tubuh tanpa perlu pembedahan. Seperti pemeriksaan ginjal, hepar, toraks dan lain sebagainya.

1.2.  Tujuan
Berikut ini adalah tujuan dari pembuatan makalah;
  1. Mengetahui definisi Ultrasonografi
  2. Mengetahui sejarah perkembangan Ultrasonografi
  3. Menegetahui komponen Ultrasonografi
  4. Menegetahui  klasifikasi Ultrasonografi
  5. Menegetahui manfaat Ultrasonografi
  6. Menegetahui cara kerja Ultrasonografi dalam kesehatan
  7. Menegetahui indikasi pemeriksaan Ultrasonografi
  8. Menegetahui kontraindikasi Ultrasonografi
  9. Menegetahui prinsip interpretasi Ultrasonografi

1.3.  Manfaat
Dengan perkembangan jaman yang makin pesat, perawat sebagai salah satu dari tim medis diharapkan dapat memahami penggunaan dari USG. Sehingga perawat dapat menentukan diagnosa yang tepat, serta mendeteksi adanya suatu kelainan pada diri pasien. Penentuan diagnosa yang salah pada pasien dapat mengakibatkan penanganan pada pasien akan kurang tepat. Pemeriksaan USG sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan terhadap kelainan kongenital. Dengan demikian, kematian perinatal akibat kelainan kongenital dapat dikurangi (Wiknjosastro, 2009).





BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi USG
            Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik noninvasif menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh.1 Manusia dapat mendengar gelombang suara 20-20.000 hertz. Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu obyek dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna
            Ultrasonography adalah salah satu dari produk teknologi medical imaging yang dikenal sampai saat ini. Medical imaging (MI) adalah suatu teknik yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan sel (tissue) pada tubuh, tanpa membuat sayatan atau luka (noninvasive). Interaksi antara fenomena fisik tissue dan diikuti dengan teknik pendetektian hasil interaksi itu sendiri untuk diproses dan direkonstruksi menjadi suatu citra (image), menjadi dasar bekerjanya peralatan MI. USG merupakan suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang memiliki frekuensi yang tinggi (250 kHz – 2000 kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar monitor.

2.2 Sejarah Perkembangan Ultrasonografi
Sekitar tahun 1920-an, prinsip kerja gelombang ultrasonic mulai diterapkan dalam bidang kedokteran. Penggunaan ultrasonic dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Hasil penelitian William Fry, dari Universitas Illinios dan Russel Meyers dari Universitas Iowa membuktikan bahwa gelombang ultrasonic dapat digunakan untuk menghancurkan sel-sel ganglia pada penderita penyakit Parkinsons. Kemampuan gelombang ultrasonic dalam menghancurkan sel-sel atau jaringan berbahaya ini kemudian secara luas diterapkan pula untuk penyembuhan penyakit-penyakit lainnya. Misalnya, terapi untuk penderita arthritis, haorroids, asma, thyrotoxicosis, ulkus peptikum (tukak lambung), elephanthiasis (kaki gajah) dan bahkan terapi untuk penderita angina pectoris (nyeri dada).
Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonic dinilai memungkinkan untuk digunakan sebagai alat mendiagnosis suatu penyakit, bukan lagi hanya untuk terapi. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas Vienna, Austria. Bersama dengan saudaranya, Freiderich, seorang ahli fisika, berhasil menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonic melalui tulang tengkorak. Dengan menggunakan transduser (kombinasi alat pengirim dan penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi yang terdiri dari barisan titik-titik berintensitas.
George Ludwig, ahli fisika Amerika menyempurnakan alat temuan Dussik. Pemindaian terhadap lokasi batu ginjal pada suatu jaringan tubuh dapat ia lakukan. Gelombang ultrasonic yang menumbuk pada jaringan tubuh akan dipantulkan dan hasilnya kemudian dapat dilihat pada layar osiloskop. Selanjutnya diketahui bahwa gelombang ultrasonik tersebut memerlukan panjang gelombang tertentu agar suatu objek jaringan tubuh yang densitasnya beraneka ragam dapat teridentifikasi.
Tahun 1949, John Julian Wild, ahli bedah Inggris yang bekerja di Medico Technological Research Institute of Minnesota, berkolaborasi dengan John Reid, seorang teknisi dari National Cancer Institute. Mereka melakukan investigasi terhadap sel-sel kanker dengan alat ultrasonic. Beberapa jenis alat yang dibuat untuk kepentingan investigasi tersebut antara lain B-mode ultrasound, transduser/ alat pemidai jenis A-mode transvaginal dan transrectal. Prinsip alat-alat tersebut mengacu pada system radar. Oleh sebab itu mereka kemudian menyebutnya sebagai Tissue Radar Machine (Mesin Radar untuk deteksi jaringan).
Akhirnya, penggunaan ultrasonic mulai merambah bidang obstetric ginekologi. Penelitian yang dilakukan Ian Donald pada tahun 1955 terhadap kista ovarium dengan menggunakan alat Metal Flaw Detector mulai membuka peluang dilakukannya berbagai penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan ini tentu saja akan semakin menyempurnakan teknik pemakaian ultrasonic sampai sekarang.
Beberapa hasil penelitian lanjutan yang cukup penting dalam bidang obstetric ginekologi antara lain ditemukannya metode penentuan ukuran janin (fetal biometry), teknologi transduser/ alat pemindai digital, tranduser dua dimensi dan tiga dimensi modern penghasil tampilan gambar jaringan yang lebih fokus, dan penentuan jenis kelamin janin dalam kandungan (Fetal Anatomic Sex Assignment/ FASA).
Penemuan metode penentuan ukuran janin dalam kandungan (fetal biometry) dimulai sekitar tahun 1980-an. Berdasarkan tampilan gambar pada layar USG, beberapa parameter yang biasa dijadikan standar penentuan ukuran dan berat janin antara lain diameter kepala janin (biparietal diameter/ BPD), keliling lingkaran kepala janin (head circumference/ HC), panjang tulang paha (femur length/ FL) dan lingkar perut (abdominal circumference/ AC). Metode fetal biometry ini dapat membantu para dokter ahli obstetric ginekologi menentukan apakah pertumbuhan janin berjalan normal atau tidak.
Teknologi transduser digital sekitar tahun 1990-an memungkinkan sinyal gelombang ultrasonic yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu jaringan tubuh dengan lebih jelas. Penemuan computer pada pertengahan 1990 jelas sangat membantu teknologi ini. Gelombang ultrasonic akan memlalui proses sebagai berikut. Pertama, gelombang akan diterima transduser. Kemudian gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalam computer sehingga bentuk tampilan gambar akan terlihat pada layar monitor. Transduser yang digunakan terdiri dari transduser penghasil gambar dua dimensi atau tiga dimensi.
Berkat penemuan-penemuan spektakuler tersebut, alat utrasonik atau USG saat ini sepertinya menjadi alat wajib seorang dokter ahli obstetric ginekologi. Apalagi setelah diketahui bahwa USG tidak menimbulkan efek samping baik terhadap kesehatan janin maupun kesehatan si ibu. Perjalanan panjang perkembangan penggunaan ultrasonic yang mengilhami penemuan-penemuan tersebut tak boleh dilupakan begitu saja. USG yang digunakan saat ini adalah hasil kerja para ilmuan di dunia dari berbagai bidang keilmuan.

2.3 Komponen USG
            Cara kerja USG adalah memantulkan gelombang suara dan menerima kembali gelombang suara yang telah dipantulkan setelah terkena suatu obyek. Obyek disini berupa organ tubuh. Beberapa komponen penyusun USG adalah sebagai berikut.
1. Transduser
Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transduser terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transduser. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
  1. Monitor Monitor yang digunakan dalam USG
Monitor adalah layar yang digunakan untuk menampilkan bentuk gambar dari hasil pengolahan data komputer.9 Monitor yang digunakan pada awal penemuan USG masih berupa layar tabung besar yang terpisah dari mesin USG. Perkembangan teknologi yang terus berkembang pesat membawa kemajuan pada teknologi monitor. Kalau pada awal penemuan memakai layar tabung yang besar kini sudah menggunakan layar kecil dan tipis. Awal penemuan USG layar monitor masih hitam putih sekarang sudah berwarna. Layar monitor sekarang juga menjadi satu dengan alat USG sehingga bentuk USG lebih terlihat kecil
3.  Mesin USG
Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG kalau dimisalkan, seperti CPU dari USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU pada PC.

2.4 Klasifikasi USG
            Sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada pemeriksaan USG mempunyai jenis-jenis yang semakin mendukung dalam pelaksanaan pemeriksaan USG itu sendiri. Pemeriksaan USG awalnya hanya ada satu jenis pemeriksaan yang dihasilkan akan tetapi karena kebutuhan akan hasil yang lebih baik dan didukung pula oleh kemajuan teknologi jenis pemeriksaan USG dapat bermacam-macam. Perkembangan dari satu jenis menjadi empat jenis, seperti yang ada sekarang disesuaikan dengan kebutuhan pemeriksa dan kemampuan pasien. Jenis-jenis pemeriksaan USG yaitu:
  1. Ultrasonografi dua dimensi
Ultrasonografi dua dimensi menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang dihasilkan cukup baik, sebagian besar keadaan organ dapat ditampilkan. Contoh hasil USG dua dimensi dapat dilihat pada gambar 1.



Gambar 2.4.1 hasil pemeriksaan USG dua dimensi
  1. Ultrasonografi tiga dimensi
Ultrasonografi tiga dimensi menampilkan tambahan satu bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang ditampilkan mirip aslinya. Permukaan suatu benda dapat dilihat dengan jelas dan dapat dilihat dari posisi yang berbeda. Ini memungkinkan karena gambar dapat diputar. Contoh hasil dari USG tiga dimensi dapat dilihat pada gambar 2.









Gambar 2.4.2 hasil pemeriksaan USG tiga dimensi
  1. Ultrasonografi empat dimensi
Ultrasonografi empat dimensi  merupakan istilah dari USG tiga dimensi yang dapat bergerak. Gambar yang diambil dari USG tiga dimensi tidak dapat bergerak sementara pada USG empat dimensi gambarnya dapat bergerak seperti keadaan sebenarnya. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan membayangkan keadaan janin di dalam rahim. Contoh hasil dari USG empat dimensi dapat dilihat pada gambar 3.









Gambar 2.4.3 hasil pemeriksaan USG empat dimensi
  1. Ultrasonografi Doppler
Ultrasonografi Doppler merupakan pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah, baik di arteri maupun di vena, juga dapat menentukan kelenjar limfe. Contoh hasil dari USG empat dimensi dapat dilihat pada gambar 4.








Gambar 2.4.4 hasil pemeriksaan USG doppler

2.5 Manfaat USG
USG menunjukkan citra kepala sebuah janin dalam kandungan.
Ultrasonografi atau yang lebih dikenal dengan singkatan USG digunakan luas dalam medis. Pelaksanaan prosedur diagnosis atau terapi dapat dilakukan dengan bantuan ultrasonografi (misalnya untuk biopsi atau pengeluaran cairan). Biasanya menggunakan probe yang digenggam yang diletakkan di atas pasien dan digerakkan: gel berair memastikan penyerasian antara pasien dan probe. Dengan teknologi ini juga dapat mengukur janin agar tanggal persalinan diketahui, melihat jumlah janin yang ada di rahim, mengetahui komplikasi dengan melihat anggota tubuh, organ, otak, dan tulang belakang serta melihat posisi janin dan letak plasenta. Selain itu dengan USG dapat melihat kelainan di rahim ibu misal kista, myoma atau lainnya. Manfaat lainnya yaitu mendeteksi apakah kehamilan di dalam atau diluar kandungan.

2.6 Cara Kerja USG dalam Kesehatan
Ultrasonografi (USG) bekerja dengan prinsip gelombang suara unltrasonik. Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekuensi antara 20 – 20.000 Cpd (Cicles per detik = Hz). Pemeriksaan USG ini menggunakan gelombang suara yang frekuensinya 1 – 10 MHz (1–10 juta Hz ), (Boer, 2005).
Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat dalam suatu alat yang disebut transduser. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek piezo-electric, yang merupakan dasar perkembangan USG selanjutnya. Bentuk kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan polaritas medan listrik yang melaluinya, kristal akan mengembang dan mengkerut, maka akan dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi, (Boer, 2005).
USG terdiri atas transuder dan monitor, transuder merupakan alat yang akan menstransfer pantulan gelombang suara menjadi gambaran yang akan tampil dilayar monitor (disebut sonogram). Transduser bekerja sebagai pemancar dan sekaligus penerima gelombang suara. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik oleh transduser, yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh yang akan dipelajari. Sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat terus menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam eko sesuai dengan jaringan yang dilaluinya, (Rasad, 2005).
Pantulan eko yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan membentur transduser, dan kemudian diubah menjadi pulsa listrik lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar osiloskop. Dengan demikian bila transduser digerakkan seolah-olah kita melakukan irisan-irisan pada bagian tubuh yang diinginkan, dan gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat di layar monitor (Rasad, 2005).
Masing-masing jaringan tubuh mempunyai impedance acustic tertentu. Dalam jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam- macam eko, jaringan tersebut dikatakan echogenic. Sedang pada jaringan yang homogen hanya sedikit atau sama sekali tidak ada eko, disebut anechoic atau echofree atau bebas eko. Suatu rongga berisi cairan bersifat anechoic, misalnya; kista, asites, pembuluh darah besar, perikardial atau pleural effusion. Dengan demikian kista dan suatu massa solid akan dapat dibedakan, (Rasad, 2005).
Berdasarkan cara kerjanya, USG obstetri diabagi menjadi dua yaitu transuduser transabdominal dan transvaginal. USG transabdominal digunakan dengan cara ditempelkan di permukaan kulit perut. Sebelum menjalani pemerikasaan USG ini, pasien diminta untuk meminum air putih dalam jumlah yang cukup banyak untuk memudahka pemerikasaan karena gelombang suara  bersifat merambat maksimal atau baik dalam media air.  Transuder ditempelkan dipermukaan perut yang sudah dilapisi dengan suatu ultrasound gel agar-agar khusus. Kemudian transuder digerakkan keatas dan kebawah, dan pada saat itu juga komputer akan menterjemahkan gelombang suara kedalam suatu bentuk gambar. Cara kedua yaitu transvaginal, transuder dimasukkan ke dalam tubuh melalui vagina. Transvagina digunakan pada kehamilan muda, dan sebelum dilakukan pemeriksaan pasien diminta mengosongkan kantung kemih untuk mempermudah menuju rahim.

2.7 Indikasi Pemeriksaan USG
            Pemeriksaan USG merupakan salah satu persyaratan penting yang harus dipenuhi sebelum pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG jangan dilakukan secara rutin atau melakukan setiap melakukan pemeriksaan pasien terutama bila pasien hamil. Banyak panduan yang diterbitkan, misalnya dari ISUOG (International Society of Ultrasound in Medicine), AIUM (American Institute of Ultrasound in Medicine), RCOG (Royal College of Obstetrics and Gynecology), atau ASUM (Australian Society Ultrasound in Medicine)
Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan massa tumor di daerah pelvic dan untuk pemantauan hasil pengobatan. Dalam bidang uroginekologi, pemeriksaan USG dilakukan pada kasus kelainan congenital genitalia, gangguan berkemih, atau gangguan akibat kelemahan otot-otot dasar panggul.
Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan 10-14 minggu), penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu), dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin. Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya kelainan tersebut.
Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari kausa gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan pada pasien dengan gangguan haid. Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin ilmu lain, misalnya dari bagian pediatri, rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari organ ginekologi dll.
Berikut ini diberikan contoh indikasi yang dikeluarkan oleh NIH 1. National Institute of Health (NIH), USA (1983–1984) menentukan indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan USG sebagai berikut :
  1. Menentukan usia gestasi secara lebih tepat pada kasus yang akan menjalani seksio sesarea berencana, induksi persalinan atau pengakhiran kehamilan secara elektif;
  2. Evaluasi pertumbuhan janin, pada pasien yang telah diketahui menderita insufisiensi uteroplasenter, misalnya preeklampsia berat, hipertensi kronik, penyakit ginjal kronik, atau diabetes mellitus berat, atau menderita gangguan nutrisi sehingga dicurigai terjadi pertumbuhan janin terhambat, atau makrosomia;
  3. Perdarahan per vagina pada kehamilan yang penyebabnya belum diketahui;
  4. Menentukan bagian terendah janin bila pada saat persalinan bagian terendahnya sulit ditentukan atau letak janin masih berubah-ubah pada trimester ketiga akhir;
  5. Kecurigaan adanya kehamilan ganda berdasarkan ditemukannya dua DJJ yang berbeda frekuensinya, tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia gestasi, atau ada riwayat pemakaian obat-obat pemicu ovulasi;
  6. Membantu tindakan amniosentesis atau biopsi villi koriales;
  7. Perbedaan bermakna antara besar uterus dengan usia gestasi berdasarkan tanggal hari pertama haid terakhir;
  8. Teraba masa pada daerah pelvik;
  9. Kecurigaan adanya mola hidatidosa;
  10. Evaluasi tindakan pengikatan serviks uteri (cervical cerclage);
  11. Suspek kehamilan ektopik;
  12. Pengamatan lanjut letak plasenta pada kasus plasenta praevia;
  13. Alat bantu dalam tindakan khusus, misalnya fetoskopi, transfusi intra uterin, tindakan “shunting”, fertilisasi in vivo, transfer embrio, dan “chorionic villi sampling” (CVS).
  14. Kecurigaan adanya kematian mudigah / janin;
  15. Kecurigaan adanya abnormalitas uterus;
  16. Lokalisasi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR);
  17. Pemantauan perkembangan folikel;
  18. Penilaian profil biofisik janin pada kehamilan diatas 28 minggu;
  19. Observasi pada tindakan intra partum, misalnya versi atau ekstraksi pada janin kedua gemelli, plasenta manual, dll;
  20. Kecurigaan adanya hidramnion atau oligohidramnion;
  21. Kecurigaan terjadinya solusio plasentae;
  22. Alat bantu dalam tindakan versi luar pada presentasi bokong;
  23. Menentukan taksiran berat janin dan atau presentasi janin pada kasus ketuban pecah preterm dan atau persalinan preterm;
  24. Kadar serum alfa feto protein abnormal;
  25. Pengamatan lanjut pada kasus yang dicurigai menderita cacat bawaan;
  26. Riwayat cacat bawaan pada kehamilan sebelumnya;
  27. Pengamatan serial pertumbuhan janin pada kehamilan ganda;
  28. Pemeriksaan janin pada wanita usia lanjut (di atas 35 tahun) yang hamil.

2.8 Kontraindikasi Pemeriksaan USG
            Tidak terdapat kontraindikasi pada pemeriksaan USG, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin karena USG tidak mengeluarkan radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk pada otak si jabang bayi. Hal ini berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru berakibat negatif jika telah dilakukan sebanyak 400 kali. Dampak yang timbul dari penggunaan USG hanya efek panas yang tak berbahaya bagi ibu maupun bayinya. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh. Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan diagnosa medis tidak memiliki kontraindikasi atau efek samping terhadap pasien.

2.9  Prinsip Interpretasi USG (Ultrasonografi)
Prinsip interpretasi gambar dalam ultrasonografi berdasarkan kepadakekuatan atas intensitas gelombang yang dipantulkan kembali oleh jaringan ke tranduser. Berdasarkan kekuatan intensitas tersebut, maka penggambaran ultrasonografi dibedakan menjadi hyperechoic, hypoechoic, dan anechoic.
  1. Hyperechoic/ echogenic
  2. Echo yang dihasilkan terang, terlihat warna putih pada hasil scan.
  3. Hyperechoic menunjukkan highly-reflective interfaces, seperti collagen, lemak, udara, benda keras dan tulang



  1. Hypoechoic/echopoor
  2. Echo yang dihasilkan sedikit, terlihat warna abu-abu hitam pada hasil scan
  3. Hypoechoic menunjukkan intermediate reflection/transmission, seperti pada kebanyakan jaringan lunak
  4. Tulang dan udara : gambar hyperechoic, hal ini disebabkan karena tulang dan udara menghambat laju gelombang suara
  5. Pada interface antara jaringan lunak-udara, sekitar 99% gelombang suara akan direfleksikan
  6. Pada interface antara jaringan lunak-tulang, sekitar 30% gelombangsuara di reflesikan sedangkan sisanya akan diserap oleh tulang
  7. Oleh karena itu pada kedua jenis interface diatas echo yang dihasilkan oleh permukaan sangat kuat tapi struktur yang berada di bawah interface tersebut tidak akan tampak
  1. Anechoic
  2. Tidak ada echo yang dihasilkan, terlihat warna hitam pada hasil scan
  3. Hal ini menunjukkan complete transmission dari suara, contoh cairan
  4. Sedangkan kehadiran suatu partikulat di dalam cairan akan menyebabkan terbentuknya echo





























BAB 3. PENUTUP

3.1    Kesimpulan
     Ultrasonography adalah salah satu dari produk teknologi medical imaging yang merupakan suatu teknik untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan sel (tissue) pada tubuh, tanpa membuat sayatan atau luka (noninvasive). Ultrasonografi (USG) bekerja dengan prinsip gelombang suara unltrasonik dengan frekuensi 1 – 10 MHz (1–10 juta Hz ). USG terdiri dari beberapa komponen sehingga dapat menampilkan suatu jaringan yang dilaluinya dalam bentuk gambar mrlalui monitor. USG digunakan untuk terapi dan mentukan diagnostik yang tepat terhadap penyakit yang diderita oleh pasien.

3.2 Saran


















DAFTAR PUSTAKA

Bone, E. 2001. Bioteknologi dan Bioetika. Kanisius. Yogyakarta.
Rasad, Sjahriar. 2005. Toraks. Dalam: Radiologi Diagnostik.  Edisi Kedua. Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia
Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC

ALAT KESEHATAN : EEG ( ELECTROENCEPHALOGRAM )

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di era globalisasi kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada saat ini sangat pesat dan meningkat, serta mampu memberi kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa penyakit serta menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Dari kemajuan teknologi yang ada sekarang ini banyak pemeriksaan penunjang yang ada di bidang kesehatan, seperti EEG,MRI, USG, ECT, ECG, dan lain.
Dengan pemeriksaan penunjang yang menggunakan teknologi diharapkan akan memberikan banyak keuntungan dan manfaat untuk tenaga kesehatan maupun pasien. Pemeriksaan teknologi akan dapat menghasilkan hasil yang valid. Dengan teknologi seorang tenaga kesehatan akan mampu melihat keadaan yang ada di dalam organ pasien yang mengalami keadaan abnormal dan mempermudah penegakkan diagnosis dari gambaran yang diperoleh.. Dalam makalah ini kami akan membahas terkait pemeriksaan penunjang EEG atau Elektroenchelpalograph.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1        bagaimana anatomi dan fisiologi otak?
1.2.2        bagaimana sejarah dari EEG?
1.2.3        apa definisi dari EEG?
1.2.4        apa tujuan dari EEG?
1.2.5        apa indikasi dari EEG?
1.2.6        bagaimana cara kerja dari EEG?
1.2.7        apa yang harus dipersiapkan pasien dalam tindakan EEG?
1.2.8        bagaimana prosedure dari EEG?
1.2.9        bagaimana interprestasi dari EEG baik normal maupun abnormal?
1.2.10    apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hasil test EEG?
1.2.11    bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pemeriksaan EEG?
1.3  Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum:
Mahasiswa akan dapat memahami konsep-konsep pemeriksaa penunjang menggunakan EEG.
1.3.2        Tujuan Khusus
Dari rumusan masalah yang diangkat ditujukan agar makasiswa akan dapat:
1.3.2.1       mengetahui anatomi dan fisiologi otak;
1.3.2.2       mengetahui sejarah dari EEG;
1.3.2.3       mengetahui definisi dari EEG;
1.3.2.4       mengetahui tujuan dari EEG;
1.3.2.5       mengetahui indikasi dari EEG;
1.3.2.6       mengetahui cara kerja dari EEG;
1.3.2.7       mengetahui yang harus dipersiapkan untuk pasien dalam tindakan EEG;
1.3.2.8       mengetahui prosedure dari EEG;
1.3.2.9       mengetahui interprestasi dari EEG baik normal maupun abnormal;
1.3.2.10   mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil test EEG;
1.3.2.11   mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan pemeriksaan EEG.







BAB 2. PEMBAHASAN

2.1  Anatomi dan Fisiologi Otak















Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti mata, telinga, kulit, dan lain-lain). Data tersebut dikirimkan oleh urat saraf yang dikenal dengan system saraf keseluruhan. System saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan dalam bentuk implus listrik.
Otak nampak seperti sebuah kembang kol yang beratnya rata-rata 1,2 kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam tiga bagian umum, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Otak belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari empat bagian fungsional, yaitu medulla oblongata, pons, bentuk reticular (reticular formation), dan cerebellum:
  1. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
  2. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Ponslah yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
  3. Formasi reticular memiliki peranan penting dalam pengaturan gerakan dan perhatian. Formasi reticular seolah-olah berfungsi untuk mengaktifkan bagian lain dalam otak.
  4. Cerebellum disebut juga otak kecil yang berkerut sehingga hampir seperti otak besar (otak secara keseluruhan). Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak. Tapi perlu dipelajari dan dilatih, seperti keseimbangan dan koordinasi.

Otak Tengah merupakan pusat saraf dalam lingkup kecil. Otak tengah adalah lanjutan dari formasi reticular dan merespon pendengaran dan pengelihatan (seperti gerak mata). Otak tengah adalah bagian terbesar pada otak. Bagiannya yang paling utama adalah korteks yang mengandung kurang lebih 10 miliar saraf dan terletak pada lapisan luar otak. Adapun bagian-bagian penting otak depan adalah thalamus, hypothalamus, dan system limbic.
  1. Thalamus terdiri dari sejumlah pusat saraf dan berfungsi sebagai penerimaan untuk sensor data dan sinyal-sinyal motorik. Contohnya untuk mengirim data dari mata dan telinga menuju bagian yang tepat dalam korteks. Berfungsi sebagai pusat penyampaian sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
  2. Hypothalamus Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu. Hipothalamus juga sebagai pusat lapar, mengontrol berat badan. Pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual serta pusat respon emosional.
  3. Di antara pusat otak dan korteks terletak system limbic (limbic berasal dari bahasa Latin yang berarti batas). Anatomi system limbic ini hampir seperti hypothalamus. System limbic memungkinkan kita mengontrol insting/naluri kita. Misalnya, kita tidak serta merta memukul seseorang yang tidak sengaja menginjak kaki kita. System limbic terdiri dari tiga bagian utama, yaitu amygdala dan septum yang berfungsi mengontrol kemarahan, agresi, dan ketakutan, serta hippocampus yang penting dalam merekam memori baru.
  4. Korteks (korteks cerebral) adalah helaian saraf yang tebalnya kurang dari 5 mm, tapi luas bagiannya mencapai 155cm. korteks menyusun 70 persen bagian otak. Lipatan korteks yang erat kaitannya dengan tengkorak manusia membuat otak tampak berkerut. Saraf dalam korteks memproses data. Warna korteks kelabu (inilah alasan mengapa korteks diistilahkan dengan benda/zat kelabu-the grey mater). Korteks pun secara luas berhubungan satu sama lain (dengan bagian dalam otak). Jaringan panjang yang menghubungkan bagian-bagian terpisah (secara luas) pada otak tersusun dari saraf yang tertutup penyekat berlemak yang disebut myelin. Myelin membuat jaringan tersebut berwarna putih (disebut juga ‘’benda/zat putih’’)Korteks mempunyai sejumlah struktur dan bagian-bagian fungsional. Yang paling nyata dari pembagian ini adalah belahan kiri dan kanannya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa kedua belahan otak dihubungkan oleh sebuah bundel serat tebal yang disebut corpus callosum. Corpus callosum membantu menyatukan aktivitas otak (memberitahu otak kiri tentang apa yang dilakukan otak kanan, juga sebaliknya). Pembagian penting lainnya dalam korteks adalah empat buah lobus atau cuping, yaitu temporal, frontal, occipital, dan parietal.
  1. Lobus frontal berhubungan dengan konsentrasi, area ini juga mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
  2. Lobus temporal berhubungan dengan bahasa dan ingatan, dan juga berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran. Daerah ini juga mengatur ingatan jangka pendek.
  3. Lobus parietal berhubungan dengan sensor data, Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
  4.  Lobus occipital berhubungan dengan pengelihatan dan persepsi. Jadi, proses kesadaran pikiran bergantung pada interaksi kompleks di bagian-bagian otak

2.2  Sejarah EEG
Hans Berger, Penemu Electroencephalogram (EEG). Hans Berger adalah seorang profesor psikiater dan direktur Klinik Universitas Psikiater Jena (1919-1938). Akan tetapi, dia terkenal bukan karena hal itu. Dia menjadi tokoh dunia akibat kontribusinya yang besar dalam penelitian aktivitas dan kesadaran otak manusia. Penelitian ini bahkan membawanya pada penemuan suatu alat yang mengubah khazanah ilmu kedokteran. Namanya adalah Electroencephalogram (EEG).
Electroencephalogram adalah sebuah alat yang mampu memvisualisasikan Gelombang Otak (Brainwave) manusia ke dalam bentuk grafik. Gelombang Otak (Brainwave) ini diukur berdasarkan beda pontensial yang terjadi secara berulang-ulang di antara elektroda yang dihubungkan ke kepala manusia.
Pada awalnya, Berger membuat EEG hanya sebagai alat untuk mengukur Gelombang Otak (Brainwave). Namun ternyata, lama kelamaan, EEG dijadikan sebagai alat yang mampu mendiagnosis dan mengobati penyakit tertentu, seperti epilepsi dan tumor otak. Hal ini pun sangat tidak ternilai harganya.
Hans Berger lahir pada tanggal 21 Mei 1873. Dia berkebangsaan Jerman, tepatnya berasal dari kota kecil sebelah Utara Bavaria Neuses dekat Coburg. Berger adalah anak seorang dokter, Paul Friedrich Berger. Ibunya, Anna Rückert merupakan anak dari seorang penyair Jerman. Berger sangat dipengaruhi oleh kedua orang tuanya. Itu sebabnya, Hans Berger banyak disebut sebagai seorang ilmuwan filsafat. Hans Berger lulus dengan kehormatan dari Gymnasium di Coburg. Kemudian dia mendaftar di Universitas Berlin sebagai mahasiswa Astronomi pada tahun 1892. Tahun berikutnya, dia menjadi relawan untuk tentara Jerman.
Keputusannya untuk menjadi relawan militer hampir membuatnya mendapat kecelakaan fatal. Akan tetapi, saudara perempuannya memberi tahu sang ayah akan hal ini. Ayahnya yang cemas segera mengirim telegram untuk memastikan hal itu. Dan untunglah, Berger selamat. Kejadian yang dilakukan saudara perempuannya membuat Berger bingung. Mengapa bisa saudara perempuannya itu tahu bahwa Berger akan mendapat kecelakaan? Padahal mereka berjauhan dan tak pernah berkomunikasi. Berger akhirnya sadar bahwa di antara dia dan saudaranya ada ikatan telepati yang tak bisa dibuktikan dengan akal sehat.
Tahun 1897, dia mendapat gelar dokter dan menjadi staf junior dari klinik psikiater yang kelak menjadikannya direktur. Tahun 1901, Berger menjadi dosen. Di tahun itu pula, dia memublikasikan penelitiannya mengenai fungsi otak manusia dan catatan ukurannya berdasarkan modifikasi peredaran darah.
Di awal tahun 1902, dia menjadi terkenal. Hal ini karena dia mencatatkan penelitiannya mengenai aktivitas cerebral korteks (otak) anjing. Akan tetapi, tahun 1910, dia merasa putus asa akan hasilnya yang tak begitu berarti. Berger juga mendapat jalan buntu akan penelitiannya mengenai energi fisika yang memengaruhi otak
Setelah sempat menjadi relawan di rumah sakit Rethel, Prancis, dia kembali ke Jerman dan terpilih menjadi direktur klinik universitas psikiater di Jena. Dalam beberapa tahun pertamanya sebagai direktur, Berger melakukan penelitian mengenai hubungan antara otak dan jiwa. Akan tetapi, dalam keadaan senggang dia melakukan penelitian pribadi mengenai aktivitas elektrik di dalam otak. Dalam kurun waktu ini, Berger dikenal sebagai orang yang disiplin. Waktunya banyak tersita dalam penelitian. Dari hasil penelitiannya ia menyimpulkan bahwa di dalam otak manusia terdapat Gelombang Otak (Brainwave).
Peralatan yang digunakan Berger sangatlah kasar. Dia menggunakan galvanometer cincin Edelmann sebagai alat pencatatnya. Namun karena kepintaran dan kecerdasannya, Berger akhirnya mampu menemukan suatu alat yang dapat mencatat Gelombang Otak (Brainwave) ini. Namanya adalah Electroencephalogram (EEG) yang ditemukannya pada tanggal 6 Juli tahun 1924. Nama pasien yang membuatnya berhasil ini adalah seorang anak muda bernama Zedel.
Berger meneruskan penelitiannya selama 5 tahun sebelum akhirnya memublikasikan alat ini kepada umum. Pasiennya tak hanya orang yang mengalami gangguan kepala, tetapi juga orang yang normal. Dalam melakukan penelitian, dia menaruh elektroda di bagian depan kepala dan di bagian belakang kepala.
Tahun 1929, Berger memublikasikan hasil penelitiannya dalam suatu forum prestisius Archiv für Psychiatrie und Nervenkrankheiten, dan judul ”Über das Elektrenkephalogramm des Menschen” menjadi artikel pertama dari keempat belas tulisannya mengenai EEG yang dipublikasikan dalam kurun waktu 1929-1938. Artikel ketiganya pun mampu membuktikan adanya Gelombang Otak (Brainwave). Hans Berger menikah di tahun 1911 dengan asisten teknis kliniknya, Baroness Ursula von Bulow. Mereka mempunyai empat anak.
Di Negara asalnya, Jerman, Berger tak banyak dipedulikan. Alasannya Nazi yang berkuasa di Jerman tidak percaya terhadap Berger yang pernah ikut Western Front. Tahun 1938, Berger dipaksa untuk menghentikan penelitiannya. Laboratoriumnya dibongkar dan dia dipindahkan ke kota kecil bernama Bad Blankenburg di Thuringia. Dia pun mengalami depresi yang berkepanjangan. Dan pada tanggal 1 Juni 1941, dia mengakhiri hidupnya dengan jalan menggantung diri.

2.3  Definisi EEG
Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang alfa, beta, theta dan sebagainya. Electroencephalogram  (EEG)  adalah  suatu  test  untuk  mendeteksi kelainan   aktivitas  elektrik otak (Campellone, 2006).
Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik  otak  dengan  alat  pencatatan  yang  peka  sedangkan  grafik  yang dihasilkannya disebut Electroencephalogram.
Jadi Aktivitas otak berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit kepala disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas otak saat perekaman.
Saat  subyek  santai,  mata  tertutup,  gambaran  EEG nya  menunjukkan  aktivitas sedang dengan gelombang sinkron 8-14 siklus/detik,  disebut  gelombang alfa. Gelombang alfa dapat direkam dengan baik pada area visual di daerah oksipital. Gelombang alfa yang sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka matanya yang tertutup. Gelombang yang terjadi adalah  gelombang beta (> 14 siklus/detik). Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal,  merupakan tanda  bahwa  orang  terjaga,  waspada  dan  terjadi  aktivitas  mental.  Meski gelombang  EEG berasal  dari  kortek,  modulasinya  dipengaruhi  oleh  formasio retikularis di subkortek.
Formasio retikularis  terletak di  substansi  abu otak dari  daerah medulla sampai  midbrain  dan  talamus.  Neuron  formasio  retikularis  menunjukkan hubungan  yang  menyebar.  Perangsangan  formasio  retikularis  midbrain membangkitkan  gelombang  beta,  individu  seperti  dalam keadaan  bangun  dan terjaga.  Lesi  pada  formasio  retikularis  midbrain  mengakibatkan  orang  dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio retikularis midbrain  merangsang  ARAS (Ascending  Reticular  Activating  System),  suatu proyeksi  serabut difus  yang menuju bagian area di  forebrain.  Nuklei  reticular  thalamus  juga  masuk  dalam  ARAS,  yang  juga  mengirimkan  serabut  difus ke semua area di kortek serebri.
ARAS mempunyai  proyeksi  non spesifik dengan depolarisasi  global  di kortek,  sebagai  kebalikan  dari  proyeksi  sensasi  spesifik  dari  thalamus  yang mempunyai  efek eksitasi  kortek secara  khusus untuk tempat  tertentu.  Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke kortek, sinyal sensorik dari serabut sensori aferen menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferen terangsang seluruhnya (suara keras, mandi air dingin), proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.
Mendapatkan rekaman EEG yang baik dan benar adalah salah satu dari tujuan utama dari pemeriksaan EEG selain interpretasi yang benar. EEG adalah alat untuk menunjang tegaknya diagnosa, selama kita dapat memperoleh rekaman yang baik dan benar. Rekaman yang tidak baik justru akan menyesatkan tegaknya diagnosa. Ada pepatah yang mengatakan “Bad EEG is worse than no EEG at all”.
2.4  Tujuan EEG
Kalangan kedokteran menggunakan sinyal EEG untuk mendiagnosa penyakit yang berhubungan dengan kelainan otak dan kejiwaan. Walaupun penggunaan teknik modern seperti CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memeriksa otak, namun EEG tetap berguna mengingat sifatnya yang non-destruktif, dapat digunakan secara on line dan sangat murah harganya dibandingkan kedua metoda. Disamping keunggulan lain, sinyal EEG dapat mengidentifikasi kondisi mental dan pikiran, serta menangkap persepsi seseorang terhadap rangsangan luar.
Berikut ini merupakan tujuan spesifik EEG yaitu:
  1. Mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsy
  2. Mendiagnosa dan melokalisasi tumor otak, infeksi otak, perdarahan otak, Parkinson
  3. Mendiagnosa cedera kepala
  4. Narkolepsi
  5. Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anaestesi umum selama perawatan
  6. Mendiagnosa adanya lesi.

2.5  Indikasi EEG
EEG dilakukan untuk (Jan Nissl, 2006)
  1. Mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi
  2. Mendiagnosa  dan  lokalisasi  tumor  otak,  Infeksi  otak, perdarahan  otak, Parkinson
  3. Mendiagnosa Lesi desak ruang lain
  4. Mendiagnosa Cedera kepala
  5. Periode keadaan pingsan atau dementia
  6. Narcolepsy
  7. Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anesthesia umum selama perawatan
  8. Mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit

2.6  Cara Kerja EEG
Transformasi sinyal EEG menjadi suatu model, merupakan suatu cara yang sangat efektif dalam membantu klasifikasi sinyal EEG, mengidentifikasi serta mengestimasi spektrum sinyal EEG. Sinyal EEG mengandung komponen-komponen tertentu, yang dikenal sebagai gelombang alfa (8-13 Hz), beta (14-30 Hz), teta (4-7 Hz), dan delta (0.5-3 Hz), sehingga transformasi sinyal EEG menjadi daerah-daerah frekuensi merupakan hal yang sangat berguna, terutama dalam identifikasi gelombang-gelombang di otak.
  1. Alfa 8 – 13 Hz Relaks, mata tertutup
  2. Beta > 14 Hz Aktifitas/ berfikir
  3. Teta 4 – 7 Hz Tidur ringan/ stres emosional
  4. Delta 0,5 – 3 Hz Tidur nyenyak
EEG memeriksa, memonitor, dan merekam frekuensi, sinyal, atau gelombang otak. Getaran atau frekuensi adalah jumlah pulsa (impuls) perdetik dengan satuan Hz (kHz atau MHz), contoh frekuensi jala-jala listrik PLN untuk perumahan di-Indonesia adalah (50 Hz) pada tegangan 220/380 Volt AC. Berdasarkan riset selama bertahun tahun, terutama di-Amerika, Eropa dan juga di Asia bahwa getaran/frekuensi otak (pusat syaraf) pada manusia, berbeda untuk setiap fase (sadar, tidur ringan, tidur lelap/nyenyak, kesurupan/trance, panik), sehingga beberapa ahli (dokter) dalam bidang kejiwaan/psikiater, neurophysiologic dan dokter syaraf membuat suatu komitmen dan perjanjian yaitu sebagai berikut :
Getaran/Frekuensi :
  1. Gamma 16 Hz – 100 Hz
  2. Beta 14 Hz
  3. SMR (SensoriMotor Rhythm) 12 Hz – 16 Hz
  4. Alpha (Berger ‘s wave) 8 Hz – 13 Hz
  5. Theta 4 Hz – 7 Hz
  6. Delta 0.5 Hz – 3 Hz
Sebenarnya keseluruhan frekuensi tersebut bergabung secara acak (berinterferensi), namun dengan EEG, frekuensi gelombang ini dapat dianalisa dan diuraikan satu persatu dengan catatan bahwa pada saat diukur, frekuensi mana yang paling dominan, serta memiliki amplitudo tertinggi, itulah yang dianggap dan berada pada fase tersebut, apakah fase Beta, Alpha, Theta atau Delta dan seterusnya Amplitudonya diukur dan berkisar antara 1 ~ 50 uVolt (microVolt), sedangkan arus listriknya tidak diperhitungkan.
a. Gamma wave ( 16 Hz – 100 Hz )
Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang mengalami “aktifitas mental yang sangat tinggi”, misalnya sedang berada di arena pertandingan, perebutan kejuaraan, tampil dimuka umum, sangat panik, ketakutan, “nerveus”, kondisi ini dalam kesadaran penuh.






b. Beta wave ( diatas 14 Hz atau dari 12 Hz s/d 19 Hz )
Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang mengalami “aktifitas mental yang sadar penuh dan normal” aktif, konsentrasi penuh dan dapat dibagi pula menjadi 3 kelompok, yaitu highbeta (19 Hz +) yang overlap/transisi dengan getaran gamma, lalu getaran beta (15 Hz – 18 Hz), juga overlap/transisi dengan getaran gamma, selanjutnya lowbeta (12 Hz – 15 Hz).










c. SMR wave atau Sensori Motor Rhytm ( 12 Hz – 16 Hz )
SMR sebenarnya masih masuk kelompok getaran lowbeta, namun mendapatkan perhatian khusus dan juga baru dipelajari secara mendalam akhir-akhir ini oleh para ahli, karena penderita epilepsy, ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder juga disebut ADD-Attention Deficit Disorder) dan autism tidak memiliki dan tidak mampu ber-“konsentrasi penuh” atau “fokus” pada suatu hal yang dianggap penting, dengan perkataan lain otak (pusat syaraf) sedikit bahkan tidak sama sekali menghasilkan getaran SMR. Sehingga setiap pengobatan, baik jiwa maupun fisiknya, ditujukan agar merespon getaran SMR tersebut, biasanya diaktifkan dengan biofeedback/neurofeedback .










d. Alpha wave ( 8 Hz – 13 Hz )
Adalah gelombang pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang yang mengalami “relaksasi” atau mulai istirahat dengan tanda mata mulai menutup atau mulai mengantuk, atau suatu fase dari keadaan sadar menjadi tak sadar (atau bawah sadar), namun tetap sadar (walaupun kelopak mata tertutup.













e. Theta wave ( 4 hz – 7 hz )
Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang yang mengalami “keadaan tidak sadar atau tidur ringan” atau sangat mengantuk, tanda-tandanya napas mulai melambat, dalam dan panjang, dibandingkan biasanya. Jika dalam keadaan sadar (tidak tidur), kondisi ini masuk kefase atau dibawah pengaruh “trance”, kesurupan, hipnosis, meditasi dalam, atau sedang menjalani ritual-ritual agama, atau mengalirnya tenaga psikologi (Prana/Yoga, Reiki, Chi, Chi Kung).
Dalam kondisi yang sadar (tidak tidur dan tidak dibawah pengaruh hipnotis, kesurupan atau epilepsi), seorang anak yang normal (< 12 th) masih dapat memiliki getaran frekuensi theta, akan hilang sedikit demi sedikit setelah menjelang dewasa (kecuali pada saat menjelang tidur). Seorang anak (terutama bayi dan balita), rata-rata tidur lebih dari 12 jam setiap harinya, sehingga pada pusat syarafnya (otak) lebih banyak masuk dalam fase gelombang theta dan gelombang delta, daripada gelombang beta dan alpha, sehingga dalam kehidupan nyata sehari-harinya, lebih banyak cara berpikir yang tidak masuk akal (ber-angan-angan atau seperti bermimpi walaupun dalam kondisi sadar) dan sedikit demi sedikit akan berubah setelah menjelang remaja/dewasa.
Schumann Resonance adalah getaran alam semesta pada frekuensi 7.83 Hz yang juga masuk dalam kelompok gelombang theta, dianggap sebagai suatu keadaan mental seseorang yang apabila otak (pusat syaraf)nya mampu mengikuti resonansi ini akan masuk keadaan supranatural.












f. Delta waves











2.7  Persiapan Pasien
Sebelum melakukan tindakan EEG, diperlukan tindakan persiapan pasien yang ditujukan untuk menyiapkan pasien dan mengkaji keadaan pasien sebelum tindakan dilakukan, tahap persiapan pasien yang harus dilakukan adalah:
  1. Identitas penderita harus dicatat lengkap
  2. Tingkat kesadaran penderita harus dicatat, untuk menghindari salah interpretasi EEG.
  3. Obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus diidentifikasi, karena beberapa obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi frekuensi maupun bentuk gelombang otak. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat sehingga gelombang otak yang didapat adalah gelombang otak yang bebas dari pengaruh obat.
  4. Premedikasi, dosis dan berapa lama sebelum perekaman harus diidentifikasi dengan jelas.
  5. Pasien tidak hipoglikemia
  6. Pasien dalam keadaan tenang dan rileks.
  7. Kulit kepala dalam keadaan bersih, bebas kotoran, debu, minyak dan kulit yang mati.
  8. Perhatikan adanya bekas luka, bekas kraniotomi.
  9. Penyuluhan penderita sebelum perekaman tentang tujuan dilakukannya EEG, apa yang dilakukan teknisi terhadap dirinya sebelum dan saat perekaman, apa yang harus dilakukan penderita saat perekaman dan apa yang akan dirasakan oleh penderita saat perekaman.
  10. Identifikasi hasil neuroimaging yang sudah dilakukan.
Adapun hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien adalah sebagai berikut :
  1. Sebelum Prosedur
    1. Selama Prosedur
  1. Jelaskan prosedur kepada pasien dan beri kesempatan untuk bertanya tentang prosedur EEG
  2. Beri tahu pasien bahwa pasien akan diminta untuk tanda tangan  persetujuan ijin melakukan prosedur EEG dan anjurkan untuk membaca Format secara hati-hati dan bertanya apabila ada sesuatu  yang tidak jelas.
  3. Anjurkan pasien untuk mencuci rambut dengan sampo sebelum dilakukan perekaman EEG tetapi tidak menggunakan hairspray atau ‘gel’ atau minyak rambut.
  4. Hentikan menggunakan pengobatan yang bertentangan dengan test, misal obat penenang.
  5. Hindari mengkonsumsi makanan yang mengandung kafein untuk 8-12 jam sebelum test.
  6. Beritahu untuk tidur malam sesuai prosedur, misal : malam sebelumnya, orang dewasa tidak boleh tidur lebih dari 4 atau 5 jam, dan anak-anak tidak lebih dari 5-7 jam.
  7. Hindari puasa malam sebelum prosedur, karena gula darah yang rendah dapat mempengaruhi hasil EEG.
  8. Didasarkan kondisi fisik pasien.
  1. Pasien agar relax
  2. Antara 8-20 electroda akan menempel di kulit kepala pasien dengan suatu
pasta khusus, atau suatu kopiah berisi electroda akan digunakan.
  1. Pasien akan diminta untuk menutup mata , relax, dan tenang.
  2. Ketika perekaman mulai pasien dalam keheningan selama perekaman. Pasien akan dimonitor melalui suatu ruangan tertentu untuk mengamati pergerakan yang dapat menyebabkan suatu pembacaan tidak akurat, seperti menelan atau mengejapkan mata. Perekaman akan dihentikan pada waktu tertentu dan pasien akan dibiarkan beristirahat atau memposisikan kembali.
  3. Setelah awal perekaman dilakukan pada posisi diam, pasien mungkin  akan diuji dengan berbagai stimuli untuk menghasilkan aktivitas yang tidak muncul saat beristirahat. Sebagai contoh, pasien diminta untuk bernafas cepat untuk tiga menit, atau disinari cahaya terang
  4. ika pasien sedang dievaluasi untuk suatu “sleep disorder“, EEG akan dilakukan saat pasien tertidur.
  1. Sesudah Prosedur
  1. Setelah selesai test, electroda akan di lepas dan pasta electroda akan dicuci bersih dengan air hangat. Pasien dianjurkan mencuci rambut dengan sampo.
  2. Kulit kepala akan  merah akibat penempatan electroda, tetapi ini akan menghilang dalam beberapa jam.










2.8  Prosedur Pelaksanaan EEG

















  1. Sebelum melakukan prosedur perekaman EEG sebaiknya diketahui Standard Minimal
  2. Perekaman EEG menurut The American EEG Society Guidelines in EEG yaitu
    memakai minimal 16 channel yang bekerja secara simultan. Setiap area di otak bisa memberikan pola yang sama atau berbeda pada waktu yang bersamaan, dan menurut pengalaman diperlukan perekaman pada minimal 8 area di otak secara simultan untuk mendapatkan distribusi pola EEG. Perekaman dengan 8 channel secara simultan diperkirakan cukup mencakup permukaan otak untuk menghindari misinterpretasi. Memakai minimal 17 elektrode pencatat. Semua elektroda ini harus mencakup area frontal, central, parietal, oksipital, temporal, auricular atau mastoid, vorteks dan elektroda ground.
  3. Kedua sistem monopolar (referensial) dan bipolar (diferensial) harus digunakan secara rutin. Setiap sistem montage mempunyai keunggulan dan kekurangan, sehingga penggunaan kedua sistem sekaligus adalah esensial untuk mendapatkan informasi yang akurat.
  4. Harus ada prosedur buka tutup mata. Aktifitas alfa dapat memberi informasi tentang fungsi abnormal otak. Aktifitas paroksismal dapat pula dicetuskan oleh prosedur ini.
  5. Mesin EEG harus dikalibrasi di awal dan di akhir rekaman. Perubahan setting alat selama perekaman harus dicatat.
  6. Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar. Bila ada prosedur stimulasi fotik, hiperventilasi dan tidur maka lama perekaman harus ditambah. EEG adalah sample waktu dari kehidupan seseorang, dan waktu 20 menit adalah waktu yang sangat singkat untuk menarik suatu kesimpulan dari suatu kerja atau suatu fungsi otak seseorang. Oleh karena itu semakin lama perekaman maka semakin besar kemungkinan kita untuk menemukan abnormalitasnya.
  7. Keadaan pasien harus selalu dipantau dan dicatat.
  8. Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan untuk tindakan dan penanganan selanjutnya kepada pasien.

2.9  Interprestasi EEG
Mendapatkan rekaman EEG yang baik dan benar adalah salah satu dari tujuan utama dari pemeriksaan EEG selain interpretasi yang benar. EEG adalah alat untuk menunjang tegaknya diagnosa, selama kita dapat memperoleh rekaman yang baik dan benar. Rekaman yang tidak baik justru akan menyesatkan tegaknya diagnosa.









2.9.1   Interprestasi EEG Normal








Gambar 1. EEG dari atas kebawah: alfa, beta, teta, delta
sumber : Louis (2006)
Salah  satu  penemuan  Hans  Berger  adalah  bahwa  kebanyakan  EEG orang dewasa normal  mempunyai  irama dominant  dengan frekuensi  10 siklus per  detik, yang di sebutnya  sebagai  irama  alfa.  Pada umumnya  kini  yang dimaksud dengan irama alfa adalah irama dengan frekuensi antara 8-13 spd, yang paling jelas terlihat di  daerah  parietal-oksipital,  dengan  voltase  10-150 mikrovolt,  berbentuk  sinusoid, relative  sinkron dan simetris  antara  kedua hemisfer.
Suatu asimetri  ringan dalam voltase adalah normal,  mengingat  adanya dominasi  hemisfer.  Pada umumnya suatu perbedaan voltase 2 : 3 adalah dalam batas-batas normal, asalkan voltase yang lebih tinggi terlihat pada hemisfer non dominant. Yang lebih penting maknanya adalah bila terdapat perbedaan frekuensi antara kedua hemisfer. Suatu perbedaan frekuensi yang konsisten dari  1 spd atau lebih antara  kedua hemisfer  mungkin sekali  diakibatkan suatu proses patologis di sisi dengan frekuensi yang lebih rendah.
Irama alfa terlihat  pada rekaman individu dalam keadaan sadar  dan istirahat serta mata tertutup.  Pada keadaan mata terbuka irama alfa akan menghilang, irama yang terlihat adalah irama lamda yang paling jelas terlihat bila individu secara aktif memusatkan pandangannya pada suatu yang menarik perhatiannya. Ditinjau  dari  irama  alfanya  dapat  dibedakan  tiga  golongan  manusia, sekelompok kecil  yang memperlihatkan sedikit  sekali  atau tidak mempunyai  irama alfa,  sekelompok kecil  lagi yang tetap memperlihatkan irama alfa walaupun kedua mata dibuka,  dan diantara kedua ekstrem ini terletak sebagian besar manusia yang menunjukkan penghilangan irama alfa ketika membuka mata. Berturut-berturut ketiga kelompok  ini  disebut  sebagai  kelompok  alfa  M (minimal  atau  minus),  alfa   P (persisten), alfa  R (responsive).
Suatu irama yang lebih cepat dari irama alfa ialah irama beta yang mempunyai frekuensi di atas 14 spd, dapat ditemukan pada hamper semua orang dewasa normal. Biasanya amplitudonya daopat mencapai 25 mikrovolt, tetapi pada keadaan tertentu bisa  lebih  tinggi.  Pada  keadaan  normal  terlihat  terutama  di  daerah  frontal  atau presentral. Irama yang lebih lambat  dari  irama alfa adalah tidak jarang pula ditemukan pada orang dewasa normal.  Irama teta mempunyai  frekuensi  antara 4-7 spd. Suatu irama  yang  lebih  pelan dari  teta  disebut  irama  delta  adalah  selalu abnormal  bila didapatkan pada rekaman bangun, tetapi  merupakan komponen yang normal  pada rekaman tidur. Frekuensi irama delta ialah ½ – 3 spd.
Berbagai  keadaan dapat  mempengaruhi gambaran EEG.  Perhatian cenderung untuk  menghapuskan  irama  alfa,  merendahkan  voltase  secara  umum  dan mempercepat frekuensi.  Termasuk perhatian ini adalah usaha introspeksi dan kerja mental (misalnya berhitung). Demikian pula setiap stimulus visual, auditorik dan olfaktorik akan merendahkan amplitudo dan menimbulkan ketidak teraturan irama alfa. Penurunan kadar O2 dan atau CO2 darah cenderung menimbulkan perlambatan, sebaliknya peninggian kadar CO2 menimbulkan irama yang cepat.
Faktor usia juga mempunyai  pengaruh  penting  pula  dalam EEG.  Rekaman  dewasa  sebagaimanadigambarkan  di  atas  pada  umumnya  dicapai  pada  usia  20-40  tahun.  Rekaman neonatus berusia di bawah satu bulan memperlihatkan amplitude yang rendah dengan irama delta atau teta.  Antara usia 1-12 bulan terlihat  peninggian voltase,  walaupun irama masih tetap delta atau teta.  Antara 1-5 tahun terlihat  amplitudo yang tinggi, irama  teta  yang  meningkat  dan  mulai  terlihat  irama  alfa,  sedangkan  irama  delta mengurang.
Antara 6-10 tahun amplitude menjadi sedang, irama alfa menjadi lebih banyak, teta berkurang, delta berkurang sampai  hilang. Antara 11-20 tahun voltase terlihat  sedang sampai  tinggi,  dominsi  alfa mulai  jelas,  teta minimal,  delta kadangkadang masih  terlihat  di  daerah  belakang.  Di  atas  40  tahun  mulai  lagi  terlihat gelombang lambat 4-7 spd di daerah temporal dan di atas 60 tahun rekaman kembali melambat  seperti  rekaman anak-anak.
Perubahan tahap-tahap tidur  berpengaruh besar pula terhadap rekaman EEG. Dalam keadaan mengantuk terlihat pengurangan voltase  dan  timbul  sedikit  perlambatan.  Pada  keadaan  tidur  sangat  ringan  dapat terlihat  adanya gelombang-gelombang mirip paku bervoltase tinggi,  bifasik dengan frekuensi 3-8 spd, simetris dan terjelas di daerah parietal (parietal humps). Gambaran ini paling jelas pada usia 3-9 tahun dan terus terlihat  sampai  usia 40 tahun. Pada keadaan tidur ringan terdapat (sleep spndle) terdapat  gelombang tajam berfrekuensi 12-14 spd yang sifatnya simetris. Pada keadaan tidur sedang sampai dalam rekaman didominir oleh gelombnag-gelombang lambat tak teratur dengan frekuensi ½ – 3 spd.

2.9.2        Interprestasi EEG Abnormal
EEG sampai saat ini masih digolong-golongkan atas dasar hubungan frekuensivoltase, dengan  frekwensi  sebagai  parameter  utama.  Berbagai  penyelidikan mengungkapkan  bahwa  tidak  semua  individu  normal  memperlihatkan  EEG yang normal dan sebaliknya tidak semua abnormalitas dalam EEG berarti ada abnormalitas pada individu yang bersangkutan.  EEG abnormal  disebut  spesifik bila gelombang yang timbul mempunyai gambaran yang khas dan berkorelasi tinggi dengan kelainan klinik tertentu,  disebut  nonspesifik (aspesifik) bila gelombangnya  tidak khas  dan dapat ditimbulkan oleh banyak kelainan-kelainan neurologik atau sistemik.
Di  bawah ini akan dijelaskan beberapa hasil  pemeriksaan EEG yang penting dari kelainan-kelainan neurologik, yaitu :
1. EEG pada penyakit konvulsif
EEG paling banyak digunakan untuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsy. Paroksismal merupakan pemunculan yang episodic dan mendadak suatu gelombang  atau  kelompok  gelombang  yang  secara  kuantitatif  dan  kualitatif berbeda dengan gambaran irama dasarnya. Tipe aktivitas paroksismal yang timbul ketika serangan, sampai  derajat tertentu mempunyai  korelasi dengan tipe klinis.
Petit mal dalam serangan ditandai oleh aktivitas spike and wave dengan frekuensi 3 spd, menyeluruh disemua saluran, bersifat sinkron dan simetris dengan voltase  yang  tinggi  yang dapat  mencapai  1000 mikrovolt.  Grand mal  dalam serangan sangat  sulit  direkam karena terganggu oleh gerakan-gerakan motorik individu; gambaran kejangnya adalah berupa aktivitas cepat  yang menyeluruh bervoltase tinggi  berbentuk  polyspike  dengan  frekuensi  8-12  spd,  diselingi  gelombang-gelombang lambat  dari  1,5-3  spd.  Epilepsi  psikomotor  ditandai  oleh  aktivitas spike didaerah temporal depan.
Kebanyakan  rekaman  penderita  epilepsy  merupakan  rekaman  di  luar serangan  (interictal),  yang  tidak  jarang  tidak  memperlihatkan  abnormalitas, walaupun  klinis  jelas  merupakan  suatu  epilepsy.  Karenanya  usaha-usaha provokatif  dipergunakan untuk merangsang timbulnya  aktivitas  EEG abnormal yang tak terlihat secara spontan. Keadaan tidur (alamiah maupun akibat induksi obat)  mengaktifkan paroksismalitas yang umum maupun fokal.
Dalam keadaan tidak tidur  hanya  kira-kira  sepertiga individu dengan diagnosa  klinik epilepsy memperlihatkan  paroksismalitas  spesifik,  15  %  memperlihatkan  EEG  yang normal  dan sisanya memperlihatkan perlambatan atau percepatan yang spesifik. Dalam keadaan tidur gambaran serangan dua kali lebih sering terlihat,  terutama untuk  epilepsy  psikomotor.  Hiperventilasi  paling  efektif  dalam mengaktifkan gelombang-gelombang  serangan  petit  mal;  kadang-kadang  hiperventilasi  dapat mengaktifkan  abnormalitas  yang  bersifat  fokal  atau  menimbulkan  gambaran kejang  yang  partial.  Stimulasi  fotik  dapat  menimbulkan  paroksismalitas menyeluruh  berupa kompleks  spike and wave yang  disebut  “photoparoxysmal response”.
Korelasi gambaran rekaman diluar serangan adalah tertinggi untuk petit-mal (90%), kemudian tipe psikomotor dan pada tipe grand-mal korelasinya adalah tidak begitu tinggi.  Jadi jelaslah tidak adanya gambaran epileptiform dalam rekaman tunggal tidaklah menyingkirkan kemungkinan penyakit konvulsif.
2. EEG pada tumor intracranial
Pentingnya  pemeriksaan  EEG pada  tumor  otak  ditegaskan  oleh  Walter,  yang menyebutkan irama lambat  berfrekuensi  kurang dari  4 spd (irama delta). Irama delta ini umumnya terlihat fokal, karenanya dapat dipakai untuk menentukan lokalisasi  tumor.  Jaringan otak sendiri  tidak memberikan  lepas  muatan  listrik, gelombang-gelombang lambat yang dicatat oleh EEG berasal dari neuron-neuron di sekitar tumor atau ditempat lain yang fungsinya terganggu secara langsung atau tidak langsung.
Tumor otak tidak memberikan gambaran yang spesifik, kiranya rekaman serial adalah lebih bernilai dari pada rekaman tunggal. Tumor  infra  tentorial  memberikan gambaran EEG yang  berbeda dengan tumor supra tentorial. Gambaran karakteristik tumor infra tentorial adalah berupa perlambatan  sinusoidal  yang  ritmik  berfrekuensi  2-3  spd  atau  4-7  spd,  dapat bersifat terus menerus ataupun paroksismal.
Berbeda dengan tumor infra tentorial, tumor supra tentorial pada umumnya memberikan gambaran yang bersifat fokal teta maupun delta, sehingga penentuan lokalisasi lebih dimungkinkan. Kadang-kadang dapat pula ditemui gambar spike atau gelombang tajam yang fokal. Suatu ketentuan yang banyak dianut tentang tumor otak mengatakan bahwa suatu EEG yang normal menyingkirkan sebesar 97% tumor kortikal dan sebesar 90% tumor otak pada umumnya.
3. EEG pada lesi desak ruang lain
Secara EEG, abses otak memberikan gambaran yang sama dengan tumor 90-95% memperlihatkan aktivitas teta atau delta yang menyeluruh dengan focus frekuensi  terendah diatas  daerah abses.  Fokus perlambatan iniseringkali  sangat rendah sampai 0,3 spd dan bervoltase sangat tinggi sampai 500 mikrovolt. Subdural hematom yang kronik 90% memperlihatkan EEG yang abnormal, sehingga penemuan  EEG yang  normal  menyingkirkan  kemungkinan  hematom secara cukup kuat.
4. EEG pada rudapaksa kepala
EEG berkorelasi  dengan hebat  dan luasnya rudapaksa kepala.  Commotio  cerebri EEG umunya normal. Memar otak akut meperlihatkan penurunan voltase yang  diffuse,  diikuti  pembentukan  aktivitas  delta  bervoltase  rendah  yang menyeluruh.  Pada  area  kontusi  aktivitas  cepat  ditekan  dan  seringkali  ditemui asimetri dalam amplitude irama alfa. Setelah fase akut aktivitas delta relative akan terlokalisir  di  daerah  kontusi.  Setelah  kira-kira  2  minggu  terlihat  peninggian frekuensi dan penurunan voltase dari fokus delta tersebut. Dapat dilihat pula fokus spike  di  daerah  kontusi.  Pada  masa  penyembuhan  hiperventilasi  akan menimbulkan perlambatan umum sampai 30 hari setelah trauma.
5. EEG pada infeksi otak
Meningitis akut memberikan abnormalitas perlambatan yang difus berupa  irama delta,  baik pada bentuk purulent maupun serosa.  Biasanya kelainan EEG berkaitan erat  dengan tingkat  kesadaran individu. Uatu perlambatan fokal  yang timbul  pada  rekaman  ulangan  individu  dengan  meningitis  mungkin  sekali menandakan pembentukan abses. Ensefalitis  memberikan  perlamabatn  umum,  biasanya  dengan  frekuensi yang  lebih rendah dari  meningitis.  Dapat  pula  terlihat  fokus  perlambatan  dan gelombang tajam.
6. EEG pada kelainan metabolic dan elektrolit
Hipoglikemia (<50 mg%) akan selalu memberikan kelainan EEG berupa  perlambatan,  yang  mulanya  bersifat  frontal  kemudian  juga  temporal.  Dengan makin  merendahnya  glukosa  darah  makin  banyak  dan  makin  tinggi  voltase aktivitas  delta yang terlihat.  Setelah koma diabetikum,  perlambata menyeluruh dapat terlihat  2-3 minggu. Pada  keadaan  koma  hepatikum,  dengan  makin  dalamnya  koma,  pada mulanya  terlihat  irama  teta  yang  difus  yang  makin  melambat  dengan  makin dalamnya koma.  Koma yang moderat terlihat gambaran khas yang disebut liver wave, yang dominant di daerah frontal. Gambaran ini mempunyai  sifat  trifasik yaitu terdiri dari dua gelombang elektro negative dipisahkan oleh satu gelombang elektro positif  beramplitudo tinggi,  satu atau lebih komponen dapat  berbentuk paku atau mirip paku.
Tabel 1. Hasil EEG (Jan Nissl, 2006)










































2.10          Faktor yang Mempengaruhi Hasil Test
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil test menggunakan EEG, anara lain:
  1. Kelebihan bergerak (kepala, badan, mata, atau lidah).
  2. Ketidakmampuan untuk bekerja sama
  3. Ketenangan
  4. Obat-oabatan (antiepilepsi, penenang, dan obat tidur).
  5. Tidak sadar akibat obat-obatan atau hypothermia
  6. Rambut yang kotor, berminyak, atau pemakaian hairspray.

2.11     Asuhan Keperawatan
2.11.1    Pengkajian
Pada tahap pengkajian dilakukan seperti asuhan keperawatan pada umumnya, meliputi anamnesa, riwayat keluarga, riwayat penyakit sekarang dan dahulu, keluhan dan juga pemeriksaan fisik yang dilakukan sebelum tindakan.
Pada umunya pasien yang dirawat pertama kali di  rumah  sakit  akan  mengalami kecemasan pada saat akan dilakukan pemeriksaan EEG, antara lain karena :
1. Pemeriksaan tersebut memakai alat yang canggih (komputerisasi)
2. Bagian yang diperiksa adalah otak
3. Memerlukan persiapan-persiapan baik sebelum, selama dan setelah pemeriksaan yang melibatkan pasien
4. Tempat pemeriksaan tersebut bukan diruangan tempat pasien dirawat. Ruangan khusus untuk pemeriksaan penunjang EEG, seperti laboratorium

2.11.2    Diagnosa Keperawatan
Dengan gambaran keadaan pasien saat melakukan pemeriksaan EEG maka diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan adalah: Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur EEG.

2.11.3    Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan dengan diagnose keperawatan cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur EEG berdasarkan tujuan perawat melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi rasa cemas pasien yang akan melakukan test EEG, maka hal-hal yang perlu dilakukan perawat kepada pasien adalah mengatasi penyebab dari kecemasan pasien yaitu kurangnya pengetahuan/informasi tentang prosedur EEG, adapun hal-hal yang perlu dijelaskan ke pasien yaitu :
1.  Persiapan pasien
a. Sebelum dilakukan  electroencephalogram (EEG)  agar  berhenti  meminum obat tertentu (seperti obat penenang) karena  dapat mempengaruhi aktivitas elektrik dan hasilnya.
b. Hindari  makanan  yang  mengandung  kafein  (seperti  kopi,  teh,  cola,  dan coklat)  sedikitnya 8 jam sebelum test. Makanlah dalam porsi kecil  sebelum test,  sebab  gula  darah  rendah  (hypoglycemia)  dapat  menghasilkan  test abnormal.
c. Karena electroda terikat  dengan kulit  kepalamu,  maka rambut harus bebas dari  minyak rambut, atau cairan yang mengandung obat kulit, dan sampolah rambut  serta  membilas  dengan  air  bersih  saat  mandi  sore  atau  pagi  hari sebelum di lakukan test.
d. Tidur  dapat  mempengaruhi  hasil  EEG maka  ushakan  agar  pasien  tidak tertidur saat  dilakukan test,  jika anak-anak akan di  EEG coba untuk tidur sebentar tepat sebelum dilakukan test.
2. Pelaksanaan EEG
EEG pada  umumnya  berlangsung  selama  2  jam.  Setelah  test,  pasien  boleh beraktivitas  seperti  biasa.  Pasien  dalam posisi  tiduran  berbaring  pada  suatu tempat tidur atau relax di kursi dengan mata tertutup. Electroda EEG ditempelkan ke tempat berbeda di atas kepala dengan menggunakan suatu pasta lengket agar electroda dapat menempel. Electroda dihubungkan lewat kawat suatu mesin yang memperkuat  suara  dan arsip   aktivitas  dalam otak .  Arsip  aktivitas  elektrik sebagai rangkaian berbentuk ombak/keriting yang digambar oleh suatu baris pena pada  kertas  atau  sebagai  suatu  gambaran  pada  layar  komputer.  Coba  untuk tenang,  dengan  mata  tertutup  sepanjang  perekaman,  dan  yang  melakukan perekaman akan mengamati pasien secara langsung untuk memberi intruksi agar pasien :
a. Bernafas  dengan cepat  (hyperventilasi). Pada umumnya  lama  pernapasan  kurang lebih  20 x per menit.
b. Melihat cahaya terang untuk rangsangan stroboscopic atau photic.
c. Tidur, jika pasien tidak mampu untuk tertidur maka akan diberi suatu obat  penenang, dengan tujuan untuk mengevaluasi masalahpada saat tidur.

2.11.4 Evaluasi
a. Gelombang alfa mempunyai frekwensi 8-12 siklus per detik. Gelombang alfa  terlihat normal pada saat bangun dan mata tertutup (tidak tertidur).
b. Gelombang  Beta  mempunyai  suatu  frekwensi  13-30  siklus  per  detik.  Gelombang  ini  secara  normal  ditemukan  ketika  siaga  atau  menjalani pengobatan  tertentu, seperti benzodiazepines  atau  pengobatan anticonvulsants.
c. Gelombang delta mempunyai suatu frekwensi kurang dari 3 siklus per detik. Gelombang secara normal ditemukan hanya pada saat sedang tidur dan  anak-anak muda.
d. Gelombang teta mempunyai  frekwensi  4-7 siklus per  detik. Gelombang ini secara normal ditemukan hanya pada anak-anak atau selama tidur.



















BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            EEG merupakan cara untuk menilai pola listrik pada permukaan kulit kepala dengan menggunakan elektroda. Pola yang terbentuk mencerminkan aktivitas listrik otak-gelombang otak. EEG sering digunakan untuk mendeteksi area kerusakan otak dengan menentukan lokasi area dimana terdapat perubahan pola gelombang. Kegunaan klinis terutama untuk mendiagnosis epilepsi, kematian otak, tumor otak, dan riset mengenai tidur.
Gelombang otak terjadi pada berbagai frekuensi, ada yang cepat dan ada yang lambat. Empat pola gelombang otak yang jelas adalah:
  1. Alfa (8-10 Hz) cepat. Gelombang alfa terjadi saat mata tertutup dan menggambarkan keadaan relaks atau tidak melakukan apa-apa. Gelombang alfa menghilang jika seseorang banyak pikiran (keadaan mental sibuk) atau menjadi mengantug.
  2. Beta (5-10 Hz) kecil dan cepat, waspada secara mental dan terstimulasi.
  3. Delta (1-2 Hz) gelombang yang lambat, tidur dalamdan pada bayi, kerusakan otak.
  4. Teta (4-6Hz) lambat, pada keadaan tidur.

3.2 Saran
Pada saat dilakukan perekaman EEG pasien dapat mengalami kegelisahan karena
waktu  yang  lama,  tempat  yang  asing,  alat-alat  yang  menempel  di  otak  dll, sehingga akan mempengaruhi hasil EEG, untuk itu perlu didampingi dan diberi penjelasan agar pasien tenang sehingga hasilnya sesuai yang diharapkan.
Perhatikan  factor-faktor  yang  dapat  mempengaruhi  hasil  EEG  misalnya perubahan  tahap-tahap  tidur,  usia,  stimulus  visual,  auditorik  dan  olfaktorik, tekanan, trauma emosional, dll.


           
DAFTAR PUSTAKA

Campellone, JV (2006). EEG BRAIN WAVE TEST Diambil pada 11 Pebruari 2006  dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003931.htm
James, Joyce, Baker, Colin dan Swain, Helen. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk     Keperawatan. Erlangga
Louis, S (2006).EEG COURSE and GLOSSARY. Diambil pada 11 Pebruari 2006 dari
Nissl, J (2006). Electroencephalogram (EEG) Diambil pada 11 Pebruari 2006 dari            http://www.webmd.com/hw/epilepsy/aa22249.asp
St. John’s Mercy Health Care (2006).Tests & Procedures Electroencephalogram (EEG)          Diambil pada 17 Februari 2006 dari         http://www.stjohnsmercy.org/contact/default.asp